Sabtu, 13 April 2013

BATU MIRAH DELIMA / RUBY


Karakteristik :
Variasi warna : Merah-darah, keunguan, dan kecoklatan.
Kadar transparasi : Transparan, translusan, opak.
Kilap polis : Kilap-intan, kilap-kaca.
Indeks bias : 1,766 – 1,774. Kadar keras : 9. Berat Jenis : 3,97 – 4,00.
Formula kimia : Al2O3. Sistim kristal : Heksagonal.
Wilayah penghasil : Myanmar, Srilangka, Muangthai, Tanzania.
Aura batu : Memancar kewibawan, menumbuhkan rasa percaya diri dan kebijakan dalam mengambil keputusan.
Relavansi profesi : Militer, pejabat pemerintahan dan jabtan lain yang berhubungan kepemimpinan.
Batu-permata rubi dengan warna merahnya yang mendarah melambangkan ke perwiraan, kewibawaan, dan rasa percaya-diri yang tinggi. Tidak tahu darimana asal-usulnya, namun warna “darah-merpati” ( pigeon-blood) pada ribu dinilai paling tinggi di pasaran dunia. Sayangnya istilah tadi terasa kurang meyakinkan kalau ditafsirkan secara harfiah karena, seperti apa sih sebenarnya warna darah-merpati itu? lagipula kan tentu ada bedanya antara darah merpati yang tua dengan yang muda, yang sakit dengan yangs sehat. Hanya karena salah-kaprah, istilah ini terlanjur susah untuk dirubah.
image127
Rubi dan safir hakekatnya masih saudara sekandung dari keluarga mineral korodium. Mereka terlahir dengan warna merah, baik yang kecoklatan maupun yang keunguan, biasa disebut rubi; sementara semua keluarga korundum yang berwarna lain lazim diberi nama safir. Kadar transarasi rubijuga bervariasi, mulai transaparan sampai opak (rubi-daging), dengan tingkatan harga yang berbeda-beda pula. Dan kalau bicara masalah harga batu-permata, jenis rubi inilah salah-satu yang paling mahal harganya didunia. Rubi top yang berbobot lebih dari 10 karat dinilai sampai US$ 20,000.00 per karat melebihi harga intan yang setara kualitas dan ukurannya.
image037
========================================

JENIS MIRAH DELIMA / RUBY

Batu ruby yang paling berharga dan bernilai dari semua batu permata berwarna. Rubi telah telah memiliki sesuatu yang penting dalam banyak kebudayaan selama ribuan tahun. Ruby ditandai dengan nuansa dinamis yang merah, warna merah yang sangat baik (aspek memantulkan cahaya hampir seperti cermin), dan kekerasan (sulit untuk awal dan karena itu tangguh). Sangat besar batu permata ruby kualitas terbaik sangat jarang ditemukan.

Yang Harus Anda Ketahui Sebelum Membeli sebuah Ruby

    1. Warna (Color): Ruby yang terbaik adalah yang warna merah darah segar, dan merupakan batu yang sangat berharga. rubi juga ada dengan warna merah anggur dan merah gelap, atau merah muda.
    2. Ukuran (size): karat yang lebih besar merupakan batu permata ruby, dengan nilai harga yang lebih berharga dan mahal. Karat ruby dengan warna yang baik dan kejelasan (Clarity) sudah cukup bernilai. Rubi lebih besar dari ini yang langka dan sangat mahal.
    3. Kejelasan (Clarity): rubi alam Sebagian besar memiliki beberapa keadaan mendung atau ketidaksempurnaan. sangat sedikit yang benar-benar jelas. rubi kualitas yang lebih baik adalah transparan, dan tidak buram.
    4. Potongan (Cut): Kualitas memotong ruby's menentukan seberapa baik berkilau. Sempurna memotong batu rubi yang sangat berharga dan sulit ditemukan.
    5. Perawatan, Sintetis dan imitasi (Treatments, Synthetics and Imitations): Hampir semua rubi diperlakukan untuk meningkatkan kejelasan dan warna. perlakuan panas adalah standar dan diterima secara luas. The treatement bahwa ruby menerima dapat mempengaruhi nilai dan penambahan quality.di dalam laboratorium dibuat rubi tersedia secara luas dan bernilai jauh lebih sedikit dari batu rubi alam. Beberapa penjual tidak jujur yang mungkin mencoba untuk menjual batu delima palsu.
    6. Makna dan simbologi (Meaning and Symbology) : batu merah delima / Rubies telah suci untuk banyak budaya selama berabad-abad.
Ruby Paling Berharga

Batu rubi yang paling berharga adalah intens, merah, ukuran besar (lebih dari 5 CTS.), Cukup jelas dan sempurna memotong (segi).

Berikut ini adalah Ringkasan Rubies (merah delima) dari Berbagai Tingkat Kualitas dan Nilai:

Batu ruby kualitas sangat rendah
Batu ruby kualitas rendah
Batu ruby kualitas baik
Batu ruby kualitas sangat baik

Jumat, 12 April 2013

SAINS DALAM WEDA


Sains dalam Veda



Dalam Bhagavad Gita 5.4 disebutkan; “sāńkhya-yogau pṛthag bālāḥ pravadanti na paṇḍitāḥ ekam apy āsthitaḥ samyag ubhayor vindate phalam, Hanya orang bodoh membicarakan bhakti (karma-yoga) sebagai hal yang berbeda dari mempelajari dunia material secara analisis (sankhya). Orang yang sungguh-sungguh bijaksana mengatakan bahwa orang yang menekuni salah satu di antara kedua jalan tersebut dengan baik akan mencapai hasil dari kedua-duanya”
Jadi sudah sangat jelas kan? Hanya orang bodohlah yang membedakan agama dan logika. Agama memang benar-benar berasal dari Tuhan adalah agama yang ajarannya logis, bukan hanya sekedar harus percaya dan tidak boleh mempertanyakan kebenaran apa yang disampaikan dalam kitab suci. Buat apa punya “iman” dan bertaqwa pada iman tersebut jika seandainya apa yang anda imani hanyalah kebohongan semata?

Semua kitab suci Agama-agama di dunia sudah pasti terdiri dari 2 (dua) jenis ajaran, yaitu ajaran rohani tentang yang mahakuasa atau sesuatu yang mutlak dan ajaran material tentang alam semesta beserta isinya ini. Tidak ada satu agamapun yang tidak menceritakan prihal penciptaan alam material, penciptaan manusia dan mahluk hidup, kiamat dan sejenisnya. Jika membuktikan kebenaran agama dari filsafat yang rohani dan jauh dari jangkauan logika kita sulit, maka melogikakan ajaran agama yang bersifat material seperti itu adalah sebuah celah yang sangat baik untuk dapat membuktikan apakah ajaran agama bersangkutan dapat dipercaya ataukah tidak.
Bagaimana dengan Hindu? Ajaran Veda yang maha luas juga tersusun dari ajaran Para Vidya (ilmu spiritual sang diri dengan Tuhan) dan Apara Vidya (ilmu material). Beberapa kutipan sloka-sloka tentang Apara Vidya dalam Veda antara lain sebagai berikut;
Atharva Veda bab III.13.5; “Agnisomau bibhratiapa it tah, air terdiri atas Oksigen dan Hidrogen”.
Sama Veda juga menyebutkan “Tam it samanam vaninas ca virudhoantarvatis ca suvate ca vivaha, Tumbuh-tumbuhan menghasilkan udara vital yang disebut samana (Oksigen) secara teratur”.
Rgveda bab II.72.4 ; “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari, Dari aditi (materi) asalnya daksa (energi) dan dari daksa (energi) asalnya aditi (materi)”. Inilah hukum kesetaraan energi dengan materi yang diungkapkan oleh Albert Enstein dalam rumusannya yang terkenal E = m.C^2 yang menjadi dasar ditemukannya reaksi nuklir.
Padma Purana: “jala-jā nava-lakñāni sthāvara lakña-vimsati krmaya rudra-sankhyakah paksinam dasa-laksani pasavas trimsa-laksani manusya catur-laksani, Terdapat 900.000 jenis kehidupan dalam air (aquatic species); 2.000.000 jenis kehidupan alam bentuk tumbuhan dan pepohonan; 1.100.000 jenis kehidupan serangga; 1.000.000 jenis kehidupan bentuk burung; 3.000.000 jenis kehidupan binatang buas, dan 400.000 jenis kehidupan dalam badan manusia”.
Atharva Veda bab VII.107.1; “Ava divas tarayanti, sapta suryasya rasmayah, matahari memiliki tujuh jenis sinar, mereka adalah sumber hujan”.
Yajur Veda bab XVIII.40; “Susumnah suryarasmiscandrama susumnah, sinar matahari [yang disebut susumna ] menerangi bulan”.
Rg Veda VIII.102.4; “Agnim samudra vasasam, Api ada didalam lautan dalam bentuk tenaga (energi) dasar laut”
Rg Veda VI.16.34; “Agnir vrtrani janghanat, Api menghancurkan pencemaran”
Rg Veda I.59.2; “Athabhavad arati rodasyaoh, Api adlah inti (nucleus) alam semesta”
Rg Veda I.59.2; ” Murdha divo nabhir agnih prthiv yah, Api adalah dasarnya langit dan intinya bumi”
Rg Veda II.5.2; “A yasmin sapta rasma yas talah, Api mengandung tujuh sinar”
Atharva Veda  XIII.3.9; “Harayah suparna apo vasana Vivam ut patanti, Matahari mengambil air dalam bentuk uap ke langit”
Atharva Veda  VIII.107.1; “Ava divas tarayanti Sapta suryasya rasmayah Apah samudra dharah, Matahari yang tujuh itu mengambil/membawa air laut ke langit dan kemudian menyebabkan hujan
Yajur Veda XVIII.40; “Susumnah suryarasmis candrama andharvah, Sinar matahari yang disebut susumna mnerangi bulan”.
Yajur Veda XX.23; “Sumavavari prthivi sam usah sam u suryah, Matahari bumi dan fajar (permulaan) berputar (berotasi)”
Yajur Veda IX.3; “Apam rasa mud vayasam Surye santam samahitam Apam rasasya yo rasah, Intisari air yg paling halus (atom Hidrogen) terdapat di dalam matahari”
Rg Veda VIII.2.14; “Sam vato vatu te hrde, Udara yg segar bermanfaat untuk jantunggmu”
Sama Veda 1842; “Yad ado vat ate grhe Amrtam nihitam guha, Ya udara engkau berisi nectar (oksigen) ditempat kediamanmu”
Rg Veda I.148.1; “Mathid yad im vsto matarisva Vivas advyam, Udara menghasilkan api melalui pergesekan”
Atharva Veda X.8.40; “Apsu asit matarisva pravistah, Udara ada di dalam air”
Naskah-naskah kuno Veda tidak semata-mata hanya berisikan pengetahuan filsafat dan spiritual tingkat tinggi, tetapi juga memuat informasi tentang ilmu-ilmu material (material science) yang sudah maju. Jadi kita akan menyajikan daftar tentang berbagai topik yang ada di dalam ilmu pengetahuan Veda dan juga ide-ide dan pengetahuan yang sudah dikenal ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Kita juga harus menyadari bahwa tanpa adanya kemajuan yang berasal dari peradaban Veda dalam berbagai bidang yang akan dibahas, dunia ini dan masyarakat kita tentunya tidak akan seperti sekarang ini. Jadi, kita berhutang banyak kepada kemajuan yang bersumber dari kearifan Veda.
Literatur Veda juga termasuk Ayur-veda, ilmu pengobatan holistik yang diajarkan oleh Lord Dhanvantari; Dhanur-veda, ilmu kemiliteran oleh Rishi Bhrigu; Gandharva-veda, yang membahas tentang seni musik, tari, drama, dll, oleh Bharata Muni; Artha-sastra, ilmu pemerintahan dan pembangunan ekonomi; Sthapatya-veda, ilmu arsitektur; dan Manu-samhita, kitab hukum Veda. Ada juga Shulba Sutra, perhitungan menurut sistem Veda.
Shulbasutra (matematika)
Shulbasutra merupakan model-model matematika paling awal, dan tentunya pada mulanya digunakan untuk tujuan keagamaan. Pada dasarnya mereka dimasukkan sebagai sisipan dari Kalpasutra untuk aspek ritual (Shrauta), yang memperlihatkan model-model paling awal dari ilmu aljabar. Pada intinya mereka berisikan rumus-rumus matematika untuk merancang berbagai bangunan altar tempat pemujaan dalam ritual Veda. Setiap Shrautasutra memiliki Shulbasutra-nya sendiri, sehingga mungkin terdapat beberapa naskah tersebut di masa lalu, walau hanya tujuh Shulbasutra yang dikenal saat ini. Diantaranya yang terpenting adalah Baudhayana, Apastamba (yang keduanya merupakan sisipan dari Taittiriya Samhita atau Yajur-veda Hitam), dan Katyayana (yang merupakan sisipan dari Vajasaneya atau Yajur-veda Putih), sementara Manava, Maitrayana, Varaha, dan Vidula kurang begitu penting.
Tentang kapan Shulbasutra disusun, setelah membandingkan Shulba-Shulba Baudhayana, Apastamba, dan Katyayana dengan matematika dari jaman Mesir kuno dan Babylonia, seperti dijelaskan oleh N.S. Rajaram dalam Vedic and The Origin of Civilization (hal.139), adalah sekitar 2000 B.C. Tetapi, setelah memperhitungkan data astronomi sejak Ashvalayana Grihyasutra, Shatapantha Brahmana, dll, saat penyusunannya bisa dibawa jauh kebelakang mendekati 3000 B.C., mendekati saat terjadinya Perang Mahabharata dan penyusunan naskah-naskah Veda lainnya oleh Srila Vyasadeva.
Berdasarkan pandangan ini, matematika Veda tidak bisa lagi dianggap sebagai turunan dari matematikanya bangsa Babylonia kuno, yang bertajuk tahun 1700 B.C., tetapi pasti merupakan sumbernya begitu juga dengan ilmu hitung Yunani atau matematika Pythagoras.
Model-model matematika Veda jauh lebih maju dibandingkan dengan matematika yang ditemukan pada masa-masa awal peradaban bangsa Yunani, Babylonia, Mesir, atau Cina. Ternyata, rumusan geometri yang dikenal sebagai theorema Pythagoras dapat ditelusuri ke Baudhayana, bentuk Shulbasutra paling awal dari masa sebelum abad kedelapan B.C. Hal ini merupakan konfirmasi bahwa para filsuf bangsa Yunani kuno mendapatkan inspirasinya dari India. Ternyata, Prof. R.G. Rawlinson menyatakan, “Hampir semua teori, kepercayaan, filsafat, dan matematika, yang diajarkan oleh Pythagoras sudah dikenal di India pada abad keenam B.C”.
Pengakuan atas keunggulan matematika Veda juga sudah lama ditulis oleh Sebokht, Bishop dari Qinnesrin di Syria Utara yaitu tahun 662 A.D.. Sebagaimana dilaporkan dalam Indian Studies in Honor of Charles Rockwell (Harvad University Press, Cambridge, MA Edited by W.E. Clark, 1929), Sebokht menulis bahwa penemuan-penemuan bangsa India dalam bidang astronomi lebih jenius dibandingkan dengan bangsa Yunani atau Babylonia, dan sistem angka (decimal) mereka lebih unggul. (N.S. Rajaram, p.157, 1995)
Ini merupakan sistem yang berasal dari bangsa India yaitu sistem angka desimal puluhan, ratusan, ribuan, dll, dan prosedur memindahkan sisa dari satu kolom angka ke kolom angka berikutnya. Terdapat juga cara pembagian bilangan pecahan dan pemakaian tanda persamaan dan huruf-huruf untuk menunjukan faktor-faktor yang tidak diketahui. Sistem angka India ini digunakan di Arabia setelah tahun 700 A.D. dan kemudian menyebar ke Eropa dimana mereka telah secara keliru menyebutnya sebagai angka Arab. Itu hanya karena bangsa Eropa mengganti sistem angka Romawi ke sistem angka Arab yang bersumber di India sehingga banyak kemajuan bangsa Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan dan matematika bisa terjadi.
Penemu pertama kalkulus modern adalah orang India bernama Bhaskaracarya (1150 A.D.), dimana orang-orang mengira itu merupakan kontribusi dari Newton atau Liebnitz. Penggunaan aljabar, trigonometri, kwadrat dan akar pangkat tiga juga pertama kali dimulai di India. Formulasi istimewa angka “0”, merupakan hasil pemikiran ilmiah luar biasa bangsa India, yang memungkinkan terjadinya banyak kemajuan di bidang matematika yang kita miliki sekarang ini. Dan adalah Aryabhatta (497 A.D.) yang menghitung “phi” sebesar 3,1416. Banyak metode matematika tersebut bertebaran di dalam naskah-naskah seperti Shatapatha Brahmana, Baudhayanasutra, dan lain-lain.
Beralih kepada kitab-kitab Purana, mereka berisikan berbagai informasi atas penciptaan jagat raya, pemeliharaannya, dan penghancurannya. Hal-hal lainnya termasuk astrologi, geografi, penggunaan persenjataan militer, organisasi kemasyarakatan, tugas-tugas dari orang-orang yang berbeda golongan, karakteristik dan aturan tingkah laku para pemimpin, prediksi mengenai masa yang akan datang, analisis terhadap elemen-elemen materi, simpul-simpul kesadaran, bagaimanan energi ilusi bekerja, praktek yoga, meditasi, pengalaman spiritual, menyadari Sang Absolut, dan banyak lagi.
Kitab-kitab Veda ditulis ribuan tahun yang lalu, juga secara tuntas mematahkan teori para ilmuwan modern yang mengira bahwa semua peradaban kuno mengajarkan bumi sebagai pusat jagat raya dan bintang-bintang dan matahari berputar mengelilinginya. Uraian di dalam Veda tentang tatanan kosmis, dijelaskan bahwa semua planet, begitu juga matahari, masing-masing memiliki lintasan orbit tertentu dalam jagat raya. Kita juga dapat menemukan di dalam Yajur-veda suatu uraian tentang bagaimana bumi bisa bertahan di dalam angkasa raya karena gaya tarik matahari yang lebih superior. Teori gravitasi juga diuraikan di dalam Siddhanta Shiromani berabad-abad sebelum kelahiran Newton, penemu barat atas hukum gaya tarik bumi (gravitasi).
Beberapa ahli telah menulis bahwa bukti atas pengamatan astronomi tercantum di dalam Rg Veda, lebih dari 4.000 tahun lalu. Tetapi, ada beberapa ahli yang menghitung bahwa observasi tersebut berasal dari antara tahun 12.500-1.500 B.C.
Di dalam Surya Siddhanta ada catatan-catatan tentang titik-titik koordinat bintang yang berasal dari suatu periode waktu yang sangat tua. Pengetahuan tentang risalah astronomi klasik ini dikatakan pada awalnya telah dikenal sejak 13.000 tahun yang lalu. Ravindranath Ramchandra Karnik menyebut penanggalannya ke tahun 13.902 B.C. di dalam bukunya, Ancient Indian Technologies. Yang lain, menggunakan penghitungan masa kini berdasarkan keakurasian pergerakan bintang-bintang tersebut, menduga bahwa beberapa dari koordinat yang disebutkan itu pasti telah dicatat semenjak tahun 50.000 B.C. Para ilmuwan modern menyebut buku tersebut berasal dari sekitar tahun 490 A.D. Dalam banyak hal, sudah cukup maju untuk masanya. Sebagai contoh, Surya-Siddhanta (12.54) menyebutkan bahwa walau orang-orang mungkin memandang dunia ini datar, sebenarnya bumi berbentuk bulat. Pada bab tigabelas menjelaskan tentang proses pembuatan peta, bahkan sampai pada tingkat menciptakan situasi yang sebenarnya dengan menggunakan garis-garis yang mencerminkan latitude dan longitude.
Jadi apa ini maksudnya? Menurut para antropolog, bukti meyakinkan pertama tentang keberadaan manusia modern di Eropa atau Timur Tengah dapat ditarik mundur hanya ke 40.000 tahun lalu, dan perkembangan cara hidup bercocok tanam dan menetap dalam sebuah perkampungan belum terjadi sampai 10.000-7.000 tahun lalu. Jadi dari sudut pandang ini, kelihatannya bahwa orang-orang belum memiliki kemampuan intelek atau kepedulian untuk mengukur atau mencatat posisi bintang-bintang di langit sejak 50.000 tahun lalu. Oleh sebab itu, uraian-uraian yang terdapat di dalam kitab-kitab seperti Purana atau Surya-Siddhanta membuatnya jelas bahwa peradaban Veda jauh lebih terorganisir atau maju daripada yang diduga banyak orang. Apa sebabnya para Brahmin dan Rishi di jaman dahulu menggunakan perhitungan astrologi adalah untuk menentukan waktu yang paling baik untuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan, dan ketika mengharapkan perubahan-perubahan di muka bumi dan tingkat kesadaran masyarakat.
Dalam hal lainnya terkait dengan sistem Veda yang pada dasarnya sudah maju di bidang astronomi, Srimad-Bhagavatam (10.82.2) menjelaskan bahwa Krishna dan Balarama pernah pergi ke Samanta-pancaka (Kuruksetra) dalam persiapannya menyongsong datangnya gerhana untuk memperoleh amalan. Ternyata, orang-orang dari seluruh India datang ke tempat itu untuk berpartisipasi melakukan ritual mandi di danau yang disucikan saat gerhana berlangsung. Ini berarti, sebagaimana bunyi ayat tersebut, bahwa setiap orang mengetahui akan terjadi gerhana jauh hari sebelumnya. Jadi, sistem astronomi yang digunakan oleh para ahli astronomi Veda 5.000 tahun lalu memungkinkan mereka untuk memprediksikan gerhana matahari dan bulan jauh hari sebelumnya sebagaimana ahli astronomi modern saat ini.
Lebih jauh lagi, dalam naskah-naskah Veda yang paling awal, seperti Atharva-veda, kita menemukan sejumlah ayat yang berkaitan dengan pemakaian dan manfaat arus listrik, seperti yang satu ini : “Bahwa daya listrik bisa menjadi sahabat aman kita, menyediakan tenaga-kuda untuk menjalankan mesin-mesin kita, cahaya untuk menerangi rumah kita, dan tenaga untuk bercocok tanam di ladang. Marilah kita pakai untuk kemakmuran dan kemudahan bagi kita melalui aliran sejumlah arus (listrik)”. (Atharve-veda, Buku 20, Hymne 7, ayat 3)
Ilmu-ilmu lain yang disebutkan di dalam Yajur-veda, seperti beberapa ayat berikut :
“O muridku, seorang murid yang belajar ilmu pemerintahan, penangkapan ikan di laut yang berarus, terbang di udara dengan pesawat, mengetahui Tuhan sebagai Pencipta melalui Catur Veda, mengendalikan pernafasan melalui yoga, melalui astronomi bisa mengetahui manfaat siang dan malam, menguasai seluruh Catur Veda, Rig, Yajur, Sama, dan Atharva, melalui unsur-unsur pokoknya”.
“Melalui astronomi, geografi dan geologi, pergilah engkau ke negara-negara di dunia di bawah kolong langit ini. Keagungan bisa engkau capai melalui pengajaran yang baik kepada para negarawan dan artisanship, melalui ilmu pengetahuan medis memperoleh pengetahuan tentang semua tanaman obat-obatan, melalui ilmu pengetahuan hidrostatis mempelajari beragam manfaat air, melalui kelistrikan memahami cara kerja penerangan yang menyala terus-menerus. Camkanlah petunjuk-petunjukku dengan baik… (Yajur-veda, 6.21)
Diantara berbagai macam ilmu yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, hal ini mungkin mengejutkan menemukan sebuah referensi tentang pesawat terbang, atau vimana (wahana). Tetapi, kenyataannya, penyebutan pesawat terbang sering kali dijumpai dalam literatur Veda, termasuk ayat-ayat berikut dari Yajur-veda menjelaskan pergerakan mesin-mesin seperti itu :
“O para insinyur kerajaan yang terampil, bangunlah kapal-kapal laut, dibuat bergerak di atas air oleh para ahli kita, dan pesawat-pesawat udara, bergerak dan terbang ke atas, menembus awan yang terletak di wilayah pertengahan, yang terbang sebagai perahu yang terus bergerak di atas permukaan laut, yang terbang tinggi di atas dan di bawah awan yang berair. Jadilah engkau, dengan demikian, kemakmuran dunia ini yang diciptakan oleh Tuhan Yang hadir dimana-mana, dan melayang baik di udara maupun di dalam cahaya. (Yajur veda 10.19)
Di dalam Brihad Vimana Sastram dalam ayat-ayat Sanskrit disertai terjemahannya dalam bahasa Inggris, diedit oleh G. R. Josyer dari Mysore, kita dapat menemukan penjelasan tentang 37 buah model pesawat terbang vimana dengan perlengkapan untuk mengumpulkan informasi melalui perangkat nir-kabel, dan dengan kemampuan membuat dirinya tidak terlihat (invisible). Ia juga menjelaskan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi oleh para navigator dan awak pesawat dalam penerbangan antar planet.
Rg Veda, Ramayana, Mahabharata dan teks-teks Veda lainnya juga memuat sejumlah referensi sejenis vimana, mesin-mesin terbang, dan bahkan kota terbang. Dalam Raghuvamsham, Kalidasa menyajikan suatu uraian yang gamblang dan akurat tentang penerbangan Sri Rama dari Sri Lanka (Alengka) ke Ayodya dalam sebuah pesawat terbang. Dengan tambahan ilmu pengetahuan ilmiah yang disajikan dalam teks-teks Sanskrit, menjadi jelas bahwa terbang dengan mesin sudah dikenal di jaman India kuno.
Penemuan-penemuan lain di bidang teknologi modern yaitu energi atom dan produk-produk sampingannya. Kebanyakan orang sepakat bahwa tidak ada peradaban sebelum kita yang memiliki pengetahuan tentang hal itu. Tetapi berkali-kali kita temukan dalam literatur Veda berbagai uraian tentang persenjataan, seperti brahmashtra, yang memiliki daya ledak mirip sebagaimana bom atom dewasa ini. Untuk apa lagi beberapa ayat dari Atharva-veda berikut ini ditujukan selain daripada penjelasan tentang prinsip-prinsip dasar energi atom?
“Energi Atom pembelahan sembilan puluh sembilan elemen, lintasannya diselimuti oleh elektron-elektron yang bergerak sangat aktif tanpa henti atau rintangan…. ”. (Atharva-veda, 20.41. 1-3)
Hal lain yang menggambarkan kemajuan yang berasal dari peradaban Veda adalah konsepsi mereka tentang skala waktu yang universal. Faktor waktu dihitung yang mana pengaruhnya berbeda untuk berbagai tingkatan jagat raya. Sebagai contoh, dikatakan bahwa satu hari demigod sama dengan enam bulan manusia di planet bumi. Dan satu tahun dihitung 360 hari manusia, sementara 12.000 tahun para dewa dikatakan sama dengan satu kedipan mata Maha-Vishnu. Untuk Brahma, demigod (dewa) tertinggi dari semua demigod, satu siang sama dengan seribu kali siklus gabungan catur-yuga; Satya, Treta, Dvapara, dan Kali-yuga. Ini berjumlah 4,3 milyar tahun, yang pada akhir jamannya disambung dengan malam Brahma yang berdurasi sama ketika itulah terjadi annihilasi jagat raya secara parsial, termasuk planet bumi. Setelah malam Brahma, siang Brahma dimulai lagi, dan apa yang telah dihancurkan diciptakan atau dibangkitkan kembali. Menariknya, ilmu pengetahuan modern memperkirakan bahwa umur planet bumi adalah sekitar 4 milyar tahun. Veda bisa memahami rentang waktu yang sangat panjang itu lebih dari 3.500 tahun lalu yang gambarannya mirip dengan perkiraan ilmu pengetahuan modern saat ini.
Mengenai waktu dan penghitungan jangka panjang, bahkan Dr. Carl Sagan menulis di dalam bukunya, Cosmos (Balentine Books, New York, 1980), “Agama Hindu merupakan satu-satunya keyakinan besar di dunia yang mengemukakan ide bahwa jagat raya itu sendiri mengalami suatu pemuaian, termasuk kematian dan kelahiran kembali dalam jumlah yang tidak terbatas. Ia merupakan satu-satunya agama yang membahas skala waktu, tidak diragukan lagi, seperti halnya kosmologi ilmiah modern. Siklusnya dimulai dari siang dan malam waktu kita sebagaimana biasanya sampai kepada siang dan malam Brahma, 8,64 x 10^9 tahun lamanya, lebih panjang daripada perkiraan umur bumi atau matahari jika di hitung berdasarkan teori  Big Bang”.
Tentunya, kita tidak menerima bahwa kalkulasi seperti itu ditemukan secara kebetulan. Dari imajinasi macam apa sehingga bisa mendapatkan sebuah angka tertentu yang ternyata cocok dengan ilmu pengetahuan modern? Angka-angka tersebut telah disampaikan oleh Tuhan, Sri Krishna dalam Bhagavad-gita dan kitab-kitab Purana lainnya, jadi tidak mungkin diterima sebagai sebuah angka yang muncul secara tiba-tiba. Jadi bagaimana ilmu pengetahuan Veda dari jaman purba bisa memuat kalkulasi seperti itu?
Alasan kenapa hal ini bisa terjadi bukan karena hasil dari sebuah pemikiran spekulatif tentang kehidupan oleh para pertapa suci ribuan tahun yang lalu, tetapi karena pengetahuan Veda, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, ditetapkan oleh Yang Kuasa sehingga mahluk hidup dapat memahami posisi mereka di dunia ini. Jadi, pengetahuan ini telah diwariskan sepanjang masa, siap untuk digunakan oleh siapapun yang memiliki kualifikasi untuk mengamalkannya. Melalui contoh-contoh di atas, kita bisa melihat bahwa banyak dari ilmu pengetahuan dan penemuan yang kita banggakan sekarang ini, mengira itu sebagai pencapaian belakangan ini, ternyata sudah diketahui bertahun-tahun yang lalu. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati jangan menganggap bahwa tidak ada peradaban sebelum kita yang sebegitu majunya. Dari literatur Veda sudah cukup bukti bahwa kita telah gagal melihat bahwa apa yang kita ketahui dan miliki saat ini, melalui pengorbanan yang sangat besar dan berbagai macam penelitian, sebenarnya hanya sekedar menemukannya kembali.
Veda juga sudah cukup maju dalam pelayaran samudra. Sementara para pelaut dan saudagar bangsa Eropa kebanyakan tidak mengetahui jalur-jalur pelayaran dari Eropa ke India sampai dengan abad ke-enambelas, literatur dan epos-epos bangsa India menjelaskan gambaran bentuk bumi dan benua dan lautan ribuan tahun sebelumnya. Dan bangsa India kuno mengetahui bagaimana cara mencapai daerah seberang melalui jalur-jalur laut.
Sebagaimana dikemukakan dalam buku World-Wide Hindu Culture oleh Dr. Venu Gopalacharya (hal. 102), diketahui bahwa kapal-kapal dagang berukuran besar bangsa India biasa membawa para pelaut dan saudagar dari India ke daerah-daerah koloninya di Jawa, Sumatera, Borneo, Kepulauan Philipina, dan lain-lain, sejak jaman dahulu kala sampai dengan Indian Ocean dikuasai armada dagang bangsa Eropa di abad ke-18. India lebih dari sekedar mahir dalam pelayaran dan penjelajahannya di luar batas-batas perairannya ke tiga arah. Petikan dari surat perintah larangan bahwa seorang suci, dan yang lainnya, untuk tidak bepergian melalui jalur laut ke negara lain mulai berlaku pada abad ke-14 A.D. dan seterusnya. Hal ini terjadi karena orang-orang di Malaysia dan Indonesia telah di-Islamkan dan perjalanan lewat laut menjadi sulit karena adanya fakta yang menimpa orang-orang tertentu yang melakukan perjalanan ke negeri seberang akan dipaksa untuk berganti keyakinan atau bahkan nyawanya terancam.
Yuktikalpataru, sebuah hasil karya Sanskrit dari masa pra-Kristen, memberikan aturan tata-cara membangun berbagai model kapal laut. Kitab Jataka menjelaskan bahwa penguasa dari Bengal, Simhabala, berangkat ke Sri Lanka di abad ke-enam B.C. dalam sebuah kapal membawa anaknya, Vijaya, diikuti oleh tujuh ratus awak kapal. Simhabala memiliki kapal lainnya yang mengikutinya di belakang dengan mengangkut 1.000 orang tukang kayu. Jadi ini bukanlah kapal kecil. Kapal-kapal mereka dikatakan dilengkapi dengan Matsya Yantra, yang adalah jarum magnetik yang terapung di dalam minyak yang bisa menunjukan arah haluan yang benar. Ini kemudian dikembangkan menjadi kompas modern. Tetapi, para pelaut barat baru mengetahui marine kompas setelah abad ke-16, kemungkinan setelah adanya kontak dengan pelaut India.
Keahlian bangsa India di bidang pembangunan kapal secara khusus disebutkan oleh orang Inggris, yang begitu tertarik terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan arsitektur kapal perang, dan menyebut setiap kapal bangsa India sangat bagus untuk ditiru. Sir John Malcolm menulis bahwa kapal-kapal India, “benar-benar disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, tidak diragukan lagi merupakan keunggulan pengetahuan mereka. Bangsa Eropa, selama dua abad berhubungan dengan bangsa India, tidak bisa memperkirakan atau paling tidak menerapkan secara sukses satu perbaikan”
Dalam bidang ilmu kemiliteran, Ramayana dan kitab-kitab Purana seringkali menyebut Shataghni, atau canon, karena diletakan di atas menara dan digunakan pada saat emergensi. Sebuah canon disebut “Shataghni” karena itu berarti senjata api yang bisa membunuh seratus orang dengan sekali tembakan. Mereka mengasalkan agniyastra, atau senjata api itu kepada Visvakarma, arsitek dari epos-epos Veda. Senjata roket juga merupakan penemuan bangsa India dan digunakan oleh tentara pribumi saat bangsa Eropa datang pertama kali. Dalam Dante’s inferno, Alexander Yang Agung menyebutkan dalam sebuah surat kepada Aristotle bahwa kilatan nyala api yang sangat mengerikan ditembakkan kepada tentaranya di India.
Shukra Neeti adalah sebuah naskah kuno Sanskrit yang berkenaan dengan pembuatan berbagai jenis senjata seperti senapan dan meriam. Dalam buku The Celtic Druids (hal. 115-116), Godfrey Higgins menyajikan bukti-bukti bahwa orang-orang Hindu telah mengetahui bubuk mesiu sejak jaman dahulu kala. Jadi anggapan bahwa bubuk mesiu pertama kali ditemukan oleh bangsa China adalah keliru.
Juga terdapat berbagai macam kemajuan teknologi dalam berbagai bidang pengetahuan di dalam pustaka Veda. Pilar besi pada bangunan Kutab Minar dekat New Delhi merupakan saksi atas pengetahuan ilmiah Veda pada masa silam. Bukti memperlihatkan bahwa pilar itu tadinya adalah Garuda Stambha dari sebuah kuil Vishnu. Ada yang memperkirakan itu berasal dari abad ke-empat A.D., sementara yang lain memperkirakan berumur lebih dari 4000 tahun. Pilar itu berdiameter 16 inci dan tinggi 23 kaki. Walaupun ada di ruangan terbuka selama berabad-abad, ia tidak berkarat. Itu terbuat dari besi murni, yang bahkan saat ini hanya bisa dibuat dalam jumlah kecil melalui proses elektrolisa. Pilar seperti itu akan sangat sulit dibuat bahkan untuk masa kini. Jadi, pilar itu menantang penjelasan!
Veda juga mencapai penguasaan di bidang ilmu astronomi, matematika, yoga dan pengendalian nafas, arsitektur dan tata kota. Teks-teks seperti Mayamata, Samarangana-sutradhara (dari abad ke-11 A.D.), dan Vishnudharmottara (450-650 A.D.) membahas hal-hal yang berkaitan dengan ilmu arsitektur. Munasara (dari abad ke-11 sampai ke-15 dalam formatnya yang sekarang) juga menyebut tentang sebuah istana raja berlantai 12. Jadi gedung pencakar-langit bukannya tidak dikenal pada waktu itu. Lebih jauh lagi, Arthashastra (2.3,4) memuat informasi tentang bangunan benteng, gerbang menara, gopuram, istana, kuil Deity, dan pemukiman untuk berbagai tipe penduduk.
Shilpa Shastra juga teks klasik Veda tentang arsitektur, konstruksi rumah,, dan tata kota. Yang disebut belakangan ditemukan dalam Vastu Vidya. Beberapa informasi yang ditemukan dalam Vastu Vidya adalah cerita tentang Jataka dan aturan Buddhis Pali. Kemiripan ini membenarkan bahwa Vastu Vidya ada pada saat dan setelah kematian Sang Buddha, dari tahun 500 B.C., sampai 100 A.D. Lebih jauh lagi, kalau kita simak penjelassan mengenai bangunan-bangunan mewah dan tata perkotaan dari kota Dwaraka dalam Canto Kesepuluh Bhagavata Purana, kita dapat mengerti bahwa pengetahuan seperti itu telah ada dan dipakai beberapa ribu tahun lalu.
Vastushastra, bersama dengan referensi di dalam epos-epos Veda, Arthashastra, dan Jataka juga menyebut tentang bahan-bahan bangunan dan berbagai ukuran batu bata dan batu yang digunakan dalam membangun menara, pintu masuk, dan atap kubah. Vrikshayarveda bagian dari Agni Purana membahas model-model irigasi memakai saluran dan kanal.
Ilmu pertanian dijelaskan dalam berbagai naskah yaitu Brihatsamhita, Arthashastra, dan secara lebih eksklusif di dalam Krishiparashara. Karya ini menjelaskan segala sesuatunya sejak pembibitan, menanam anak pohon, panen dan penyimpanan biji-bijian hasil panen. Vrikshayarveda dari Agni Purana juga membahas model irigasi, pembangunan saluran dan kanal, mengairi tanaman, dan berbagai hama tanaman dan cara penanganannya, dan lain-lain.
Ilmu Botani juga dikenal pada jaman Veda dahulu kala. Pustaka kuno Veda seperti Rig-veda (10.97.21) dan Mahabharata menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan memiliki jiwa dan dapat merasakan. Sir J. C. Bose membuktikannya secara ilmiah di dalam laboratorium. Karya-karya lain, seperti Upavanavinoda dari Sharngadhara-paddhanti dari abad ke-13, bersama dengan bagian-bagian dari sekian banyak Purana, seperti Agni, Padma, Matsya, Bhagavata, dan Arthashastra, Brihatsamhita, dll, membahas tentang penanganan tanaman dan penyakitnya. Informasi yang disampaikan termasuk penggunaan pupuk untuk kesuburan tanaman, penyebab penyakit dan penanganannya, bagaimana agar tanaman berbuah lebat, bagaimana bunga berbau semerbak, reaksi tanaman terhadap panas, dingin, petir, ciuman dan sentuhan, dan bagaimana memanfaatkan air dan angin dan tehnik okulasi. Bahkan ide tentang rotasi tanaman dibahas di dalam Taittiriya-samhita (5.1.7.37). Bahkan, penggunaan obat dari daun-daunan seperti ophium untuk anastesi digunakan pertama kali di India.
Pengetahuan tentang batu permata dan lapidary dapat ditemukan di dalam Garuda dan Agni Purana, yang merupakan tulisan pertama yang menjelaskan tentang kualitas dan kelas batu permata, bagaimana cara menemukan dan mengolahnya, dan bahkan bagaimana mereka bisa dipakai untuk melawan aksi dari pengaruh astrologi planet-planet.
Terdapat juga penjelasan tentang pembagian waktu, molekul-molekul, atom-atom, dan peluru, yang kesemuanya merupakan istilah-istilah Sanskrit. Naskah yang disebut Agastya Samhita berisikan ayat yang menjelaskan bahwa kain sutera adalah bahan yang sangat bagus untuk balon dan parasut karena elastisitasnya. Ayat lain menjelaskan bahwa seseorang dapat membubung tinggi di angkasa dengan memakai baju kedap udara yang diisi hidrogen. Ayat lain dalam teks-teks Veda menjelaskan proses pembuatan kawat lampu dan kabel, tekstil kedap udara, baterai, motor, dan tehnik penyepuhan logam. Lebih jauh lagi, Silpa Samhita menjelaskans teleskop dengan cara ini: “Pertama-tama buatlah kaca dengan cara dipanggang. Masukkan kaca-kaca tersebut pada bagian akhir dan bagian tengah tabung berongga. Ini bisa dipakai sebagai turi-yantra untuk mengamati badan-badan celestial jarak jauh.”
Teks-teks Vedic lainnya juga menunjukkan bagaimana cara membuat suatu barang yang kita dapatkan secara gratis sekarang ini, tetapi sulit untuk dibayangkan bahwa mereka sudah ada ribuan tahun lalu. Sebagai contoh, sebuah copy dari manuskrip Silpa Samhita di dalam perpustakaan Jain di Anhilpur, Gujarat, sebagaimana dilaporkan oleh P.N. Oak dalam World Vedic Heritage (hal.152), menjelaskan bagaimana sebuah termometer bisa dibuat dengan bantuan mercuri, benang, minyak, dan air. Sebuah naskah yang disebut Bhoj-Prabandh menyebutkan sebuah kuda kayu milik Raja Bhoj yang dapat melakukan perjalanan sejauh 22 mil dalam 24 menit, dan sebuah fan yang dapat berputar tanpa perlu bantuan secara manual untuk membuat hembusan angin sepoi-spoi
Ilmu Pengobatan-Ayurvedic
Kebudayaan Hindu kuno juga memiliki sebuah sistem yang sudah maju tentang obat-obatan. Beberapa referensi paling awal mengenai bangsa India dan obat-obatan herbal untuk menangani penyakit ditemukan di dalam Rig-veda (Buku Sepuluh, Bab 97, dan 145). Penyakit demam juga disebutkan di dalam Atharva-veda (5.22.12-14 & 7.116.1-2), dan uraian tentang berbagai jenis demam daftarnya disebutkan dalam Vajasaneyi-Samhita [White Yajur-veda](12.97). Taittiriya Samhita (2.3.5) menyebutkan pentingnya perhatian terhadap makanan dan pernafasan.
Pengetahuan tentang nadi dan arteri disebutkan di dalam Atharva-veda (1.17.1-4), dan pembedahan didiskusikan di dalam Rig-veda (1.116.15) yang mana Asvin memasang sebuah kaki palsu terbuat dari besi kepada Vispala, seorang yang buntung kehilangan kakinya dalam peperangan, dan membantu orang pincang untuk bisa berjalan dan orang buta bisa melihat (1.112.8), dan menangani patah tulang (10.39.2). Perkembangan Ayurveda membawa ilmu pengobatan pertama ke tatanan yang lebih baru.
Dalam ilmu pengobatan terdapat ilmu Embriology. Tulisan pertama yang membahas embriology ditemukan di dalam Rig-veda dan Atharva-veda. Walaupun bukan pembahasan yang berkembang, tetapi dalam Bab 31 dari Kanda Ketiga Bhagavatam Purana kita benar-benar menemukan penjelasan menyeluruh tentang bagaimana entitas kehidupan memasuki kandungan pada saat terjadi pembuahan, dan bagaimana sperma bercampur dengan sel telur lalu terbentuk embriyo, dan pertumbuhannya di dalam kandungan sampai saat kelahirannya. Bahkan membahas pikiran dan perasaan si jabang bayi semasih di dalam kandungan, dan bahkan bagaimana ia terpengaruh oleh perubahan emosi sang ibu dan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi sang ibu, dan bagaimana ia merasa kesakitan saat ibunya makan makanan pedas.
Naskah-naskah lainnya, seperti Garuda Purana dan Manu-Samhita, membahas tentang cara meyakinkan apakah si jabang bayi laki-laki atau perempuan. Dengan bantuan buku-buku tersebut dan informasi tambahan dari naskah-naskah lain, seperti Aitareya Aranyaka dan Chandogya Upanishad, kita menemukan sebuah sistem yang benar-benar lengkap yang menguraikan terbentuknya semen dengan segala aspeknya sampain kelahiran sang bayi. Ini menunjukan bahwa para ilmuwan Veda di jaman dahulu mempunyai pemahaman tentang embriology bahkan ketika orang-orang dari bangsa-bangsa lain tidak mengetahuinya.
Dorothea Chaplin menyebutkan di dalam bukunya, Matter, Myth and Spirit, or Keltic and Hindu Links, (hal. 168-9), “Jauh sebelum tahun 460 B.C., saat Hippocrates, bapaknya obat-obatan bangsa Eropa dilahirkan, orang Hindu telah membangun sebuah pharmacopoeia besar dan telah melakukan penanganan terhadap berbagai jenis pengobatan dan pembedahan . . . Keajaiban pengetahuan orang-orang Hindu di bidang pengobatan dalam banyak hal sejauh mungkin menghindarkan si pasien dari tindakan pembedahan yang mengakibatkan kerusakan pada sistem pembuluh darah, yang mana sistem ilmu pengobatan mereka bisa mengatasinya, menghasilkan sebuah tindakan bahkan tanpa melalui krisis pendahuluan”.
Pentingnya kajian ini adalah bahwa Ayurveda sebagai sebuah sistem pengobatan Vedic adalah sebuah sistem ilahi dimana penanganannya didasarkan kepada hukum alam. Sistem ini juga tidak mahal, meminimalkan tindakan, sangat manjur, dan rasa sakit yang minimal. Sistem ini juga mengarah pada penanganan penyakit selain hanya menangani simpul saraf atau mengurangi rasa sakit. Tetapi, dalam kasus-kasus tertentu ketika perlu dilakukan pembedahan, ahli-ahli bedah India jaman dahulu sangatlah mahir.
Bahkan sejak jaman Rig-veda (1.116.15) nampaknya bahwa mereka mengetahui seni pembedahan untuk menangani luka-luka korban peperangan dan bahkan dapat membuat organ tubuh palsu dari bahan logam untuk dipasang di tubuh pasien. Seperti dijelaskan oleh A.L. Basham dalam bukunya, The Wonder That Was India (hal. 502), “Ilmu bedah bangsa India masih di depan bangsa Eropa sampai abad ke-18, ketika para ahli bedah East India Company (British) tidak malu-malu mempelajari ilmu bedah plastik (rhinoplasty) dari orang-orang India”.
Pada halaman 30-31 dari buku Bharat (India) As Seen and Known by Foreigners karya G.K. Deshpende (1950), Dr. Sir William Hunter mengamati, “Perawatan dokter-dokter bangsa India tempo dulu adalah sangat mahir dan ahli. Mereka melakukan tindakan amputasi, menghentikan pendarahan dengan tekanan, perban pembalut dan minyak mendidih, mempraktekan lithotomy, melakukan operasi pada organ bagian dalam dan uterus, menangani hernia, fistula files, memperbaiki tulang patah dan salah posisi dan cekatan dalam memisahkan unsur-unsur asing dari tubuh.
Sebuah cabang khusus ilmu bedah adalah ilmu bedah plastik (rhinoplasty), sebuah operasi untuk memperbaiki telinga dan hidung yang bentuknya tidak bagus dan membuat hidung baru, suatu tindakan operasi yang sangat bermanfaat yang mana sekarang ini dipinjam oleh bangsa Eropa. Ilmu bedah bangsa India kuno juga memberikan petunjuk tentang tindakan penanganan neuralgia, sama dengan cara-cara jaman modern dalam memotong saraf ke-lima di atas alis mata. Mereka ahli dalam kebidanan, tidak takut melakukan operasi yang paling kritis”.
Mr. P.N. Oak menjelaskan dalam bukunya World Vedic Heritage (hal. 360), “Operasi kantung prostat yang dilakukan di jaman modern, para ahli bedah Barat secara persis mengikuti tahapan-tahapan prosedur operasi yang dilakukan oleh Sushrut, ahli bedah Hindu, ribuan tahun yang lalu. Bahkan istilah kantung prostat adalah istilah Sanskrit Prasthita granthi, menunjuk kepada sebuah kantung (gland) yang terletak di depan kantung kemih”.
Ilmu bedah plastik juga dilakukan di India pada ratusan tahun yang lalu. Ini dijelaskan dalam sepucuk surat kepada editor majalah Gentlemen’s Magazine (tersedia di perpustakaan “Wellcome Institute for History of Medicine”, 183 Euston Road, London). Isi surat itu menjelaskan bahwa pernah ada seorang pengemudi bernama Cowasjee, yang membantu melayani tentara Kerajaan Inggris di India di tahun 1792. Sebelumnya, ia pernah dipenjara oleh tentara Tipu Sultan, dimana mereka mencopot hidungnya karena prilaku barbar penguasa Muslim dalam menyiksa dan melumpuhkan tawanan. Sekembalinya di rumahnya di Pune setahun kemudian, seorang ahli bedah Ayurvedic Hindu menanganinya dengan memasangkan sebuah hidung baru. Thomas Cruso dan James Trindlay, merupakan dua orang dokter Inggris yang menjadi saksi mata operasi bedah yang mencengangkan tersebut. Mereka menjadi saksi hidup atas operasi-operasi ajaib yang sangat umum dilakukan di India bahkan selama mereka di sana.
Pada halaman 360-70 dari buku World Vedic Heritage, Mr. Oak menyajikan sebuah daftar perbandingan kata-kata antara bahasa Inggris dan Sanskrit. Ini memperlihatkan seberapa banyak kebudayaan barat berasal dari pengetahuan Vedic/Sanskrit di bidang pengobatan begitu juga berapa banyak kata-kata Sanskrit telah diambil ke dalam bahasa Inggris.
English                                                    Sanskrit
fever ==================> jwar, kemudian menjadi jever, kemudian fever
entrails =============-===> antral
nasal or nose ==========-==> naas
herpes =================> serpes
gland ==================> granthi
drip, drop, drops ==========> drups
hydrocephalus ============> andra-kapaalas (otak/kepala ber-uap air)
hiccups ================> hicca
muscle =================> mausal (gemuk)
malign, malignant =========> mallen
osteomalacia ============> asthi-malashay (kontaminasi tulang)
dyspepsia ==============> dush-pachanashay (pencernaan tidak baik)
surgeon ================> salya-jan (pemakaian peralatan tajam)
fertility ================> falati-lti (menghasilkan buah)
anesthesia ==============> anasthashayee (terbaring tidak sadarkan diri)
homeopathy =============> Samaeo-pathy (treatment parallel terhadap symptom)
allopathy ===============> alag-pathy (treatment yang berbeda dengan symptom)
Dalam buku World Vedic Heritage karya Mr. P.N. Oak menjelaskan : “Apabila kita menyimak lebih dekat tentang terminologi-terminologi allopathi, apakah itu jenis-jenis penyakit, organ-organ fisik, symptom, rehabilitasi, atau peralatannya ternyata bahwa semua itu didasarkan kepada Ayurveda karena semasa dunia masih bersatu di bawah naungan administrasi Veda hanya ada Ayurveda yang merupakan satu-satunya sistem pengobatan yang dipakai di seluruh dunia.
Dengan mandeknya sistem pengobatan dunia setelah Perang Mahabharata, penggalan-penggalan dari sistem pengobatan Ayurveda bisa bertahan di tempat-tempat tertentu di dunia yang dianggap sebagai bentuk cara-cara pengobatan tradisional atau sebagai sistem-sistem tandingan seperti homeopathy dan allopathy.
Hal yang sama terjadi pada theologi dan agama dimana setelah tercerai-berainya theologi peradaban Veda, muncul aliran-aliran yang mengkultuskan dewa dan dewi tertentu, seperti misalnya Mithraisme, Jainisme, Judaisme, Buddhisme, dan Shivaisme, yang pertama muncul secara damai dan masih sejalan atau mirip dengan peradaban Veda

Sabtu, 06 April 2013

JAPA SEBAGAI SARANA MOKSA DI JAMAN KALI


Beberapa minggu ini …saya sebagai saya..selalu tertakdirkan untuk mencari apatah suatu arti IA…
sang Laksana Jiwa Yang saya yakini sebagai pengkarya alam semesta..
misalkan saja sebagai jalan jnana yang dikatakan sebagai jalan yang terjal dan penuh liku untuk memahami bagaimana NYA ada…
sampai pada waktu bahwa tersingkirkan diri bahwa sedalam-dalamnya IA dan bisa terjebak pada konsepsi “mayavadi”…
untuk linknya dijelaskan disini..
http://krsna.tribe.net/thread/786e13cd-919e-4dbd-ab61-98dc4518124a
mayavadi adalah menganggap Tuhan bukan sebagai pribadi dan memilki sifat meneorikan Tuhan berdasarkan indra sendiri dan pengalaman sendiri..berbahaya karena tersesat akan pribadi yang salah itu..
dalam bhagawadgita dijelaskan pula…Jika kau menuju leluhur kau akan menuju leluhur…
jika kau memuja dewa kau akan menuju dewa…
jika kau menuju Aku kau akan menuju Aku..

dalam hal ini Shri Krisna bersabda kepada Arjuna…
jadi dipastikan bahwa segala suatunya jika menuju Tuhan dan pemujaan kepada Tuhan diciptakan, maka Ia tak sampailah kepada suatu kebingungan dari spiritual itu sendiri…
seperti yang dikatakan juga..bahwa dalam jaman yang berbeda terdiri juga dari sifat-sifat serta kondisi yang berbeda pula…
seperti yang tercantum dalam…
Srimad Bhagawantam, XII 3:51-52
Kaler dosa nidhe rajanam,
asty hy eko mahan gunah,
kiirtanad ewa Khrsnasya mukta
bandhah param wrajet”
Krte yad dhyayayo Wisnum
Tretayam yajato makhaih
Dwapare pariciaryayam
Kalau tad kiirtanat”
Artinya..
Hai sang Raja walaupun Kaliyuga penuh dosa,
namun memiliki sifat baik
yaitu dengan kirtana (bernyanyi) saja
orang dapat mencapai moksa..
Disebutkan pula jaman satyam (kertayuga) diperoleh pada samadhi buat Wisnu…
Jaman Traitayuga adalah dengan yajna..
Jaman Dwaparayuga adalah dengan pelayanan kepada kaki padma…
Jaman Kaliyuga adalah dengan kirtanam (bhajan,  bernyanyi)…
Jaman Kaliyuga seperti yang diketahui memiliki makna tersendiri dari jaman-jaman yang lain..dipastikan disini bahwa banyak manusia yang terlingkupi keserakahan, kejahatan, kelaliman, dan sifat-sifat negatif lainnya…
jadi dengan segala yang negatif itu , maka dari suratan veda..dalam pencapaian moksa mungkin cukup bisa dilakukan dengan melakukan japa atau nyanyian secara berulang-ulang..
dalam lingga purana disebutkan pula..
1. berjapa di rumah maka manfaatnya sebanyak japa yang diucapkan..
2.berjapa di kandang sapi maka manfaatnya 100 kali lebih banyak..
3.berjapa di pinggir sungai maka manfaatnya 100.000 kali lebih banyak..
4. berjapa di depan arca atau gambar Tuhan atau tempat suci maka manfaatnya tiada terhingga..(Sadguru Sant Keshavadas,1991:18)..
jadi dapat digambarkan bahwa japa memiliki arti penting dalam menyadari arti Tuhan atau bersatu denganNya (Moksa) di jaman Kali ini..
Japa dapat dijelaskan disini adalah nyanyian ato suara suci yang memuja Tuhan yang Maha Kuasa sepenuh hati…mantram japa adalah dapat disebutkan sebagai mantra yang mengumandangkan nama Beliau..sebagai contoh adalah mantra berikut :
Om Nama sivaya om nama sivaya om namasivaya, Hare Rama Hare Rama Hare Khrisna Hare Khrisna Khrisna Khrisna Hare Hare, atau mantram Gayatri sebagai mantram yang paling tertinggi diantara berbagai mantram atau pujam yang ada…
saya sendiri menggunakan mantram yang kedua, dan itu bisa memberikan rasa yang tinggi terhadap Beliau dan tidak terkatakan nikmatnya…hal tersebut tergantung dari segala yang diyakini saja oleh masing-masing  individu…
dari pengalaman yang ada, maka mantram itu saya katakan sendiri merupakan penyelamat dalam menghadapi segala kesukaran yang saya alami sebelumnya..seperti ada suatu pembebasan dalam diri…

KENAPA IDA SANGHYANG WIDHI BANYAK NAMA



Bahasan ini dapat dinyatakan sebagai tuntunan bagaimana Beliau bisa disebut sebagai banyak nama..
Terutama dalam bahwasannya Beliau disebutkan sebagai unsur Tri Murti dunia..yang berartikan sebagai Brahma, Wisnu, Siwa…
seperti diketahui bahwa Brahma adalah sebagai pencipta, dimana manusia pun dalam penerapan kehidupannya merupakan suatu pencinpta dalam hidupnya, yaitu pencipta kedamaian…
disamping itu terdapat Sang Hyang Wisnu yang merupakan manifestasi Beliau sebagai pemelihara dunia…Adapun berbagai cerita atau suatu waktu Beliau turun ke dunia untuk menyelamatkan berbagai umat manusia dalam bentuk avatara. Avatara adalah suatu bentuk Tuhan yang berkepribadian dan menujukan diri pada suatu penyelamatan pada dunia sebagai pengajar atau penuntun manusia menuju kebebasan. Ada sepuluh avatar yang bahwasannya sebagai penyelamat dunia dalam suatu bentuk- bentuk tertentu. Avatar-avatar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Matsya Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai Ikan yang besar yang menyelamatkan manusia pertama dari tenggelam saat dunia dilanda banjir yang maha besar.
2. Kurma Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai kura-kura besar yang menumpu dunia agar selamat dari bahaya terbenam saat pemutaran Gunung Mandara di Lautan Susu (Kesire Arnawa) oleh para Dewa untuk mencari Tirta Amertha (Air suci kehidupan)
3. Waraha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Badak Agung yang mengait dunia kembali agar selamat dari bahaya tenggelam
4. Nara Simbha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai manusia berkepala singa (Simbha/Sima) yang membasmi kekejaman Raja Hyrania Kasipu yang sangat lalim dan menindas Adharma
5. Wamana Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai orang kerdil berpengetahuan tinggi dan mulia dalam mengalahkan Maha Raja Bali yang sombong dan ingin menguasai dunia serta menginjak-injak Dharma.
6. Paracu Rama Awatara yaitu Hyang Widhi turun kedunia sebagai Rama Parasu yaitu Rama bersenjatakan Kapak yang membasmi para ksatrya yang menyeleweng dari ajaran Dharma.
7. Rama Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Sang Rama putra raja Dasa Rata dari Ayodya untuk menghanncurkan kejahatan dan kelaliman yang ditimbulkan oleh Raksasa Rahwana dari negara Alengka.
8. Krisna Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai Sri Krisna raja Dwarawati untuk membasmi raja Kangsa, Jarasanda dan membantu Pandawa untuk menegakkan keadilan dengan membasmi Kurawa yang menginjak-injak Dharma.
9. Budha Awatara yaitu Hyang Widhi turun sebagai putra raja Sododana di Kapilawastu India dengan nama Sidharta Gautama yang berarti telah mencapai kesadaran yang sempurna. Budha Gautama menyebarkan ajaran Budha dengan tujuan untuk menuntun umat manusia mencapai kesadaran, penerangan yang sempurna atau Nirwana.
10. Kalki Awatara yaitu penjelmaan Hyang Widhi yang terakhir yang akan turun untuk membasmi penghinaan-penghinaan, pertentangan-pertentangan agama akibat penyelewengan umat manusia dari ajaran Hyang Widhi (Dharma). Menurut keyakinan umat Hindu, awatara terakhir akan turun apabila memuncaknya pertentangan-pertentangan agama di dunia ini.
Yang ketiga adalah Siva..sebagai pelebur, pengembalian dunia kepada Tuhan atau Sang Hyang Widhi…Titisan Siva pun ada yang mengikuti titisan Wisnu sebagai pendamping, sebagai contoh adalah Hanuman yang bersifat sebagai titisan Siva di Jaman Ramayana…
dari amalan itu terdapat tiga horisontalitas makna manifestasi Beliau..sebagai pencipta, pemelihara, pelebur..bisa dibandingkan dengan GOD yaitu Generator, Operating, Destruction..
Selain itu terdapat pula Ganesha sebagai anak Dewa Siva, Narayana, Shri, Gayatri dan sebagainya yang menyebutkan bahwa Ia adalah termanifestasi sesuai dengan keinginan umatnya..
yang salah satunya disebutkan pula kiasan yang berartikan :”Ekam Sat Viprah Bahuda Wadanti” yang berarti bahwa Hanya ada satu Beliau namun orang Bijaksana menyebutNya dengan banyak Nama..karena berbagai fungsi-fungsi tersendiri dari Beliau itu sendiri..
seseorang dalam menjalani berbagai ritual menyelami kehidupan ini, sangatlah memiliki berbagai sudut pandang yang berbeda pula…ada yang memuja Ganesha sebagai citraan Tuhan, ada pencinta Siva, ada pencinta Wisnu…pada dasarnya adalah sama memuja suatu Beliau sahaja…namun mereka dalam menyelami Beliau terdiri dari berbagai citra-citra tersendiri…hal itu menyebutkan bahwa HIndu memiliki suatu universalitas dalam menjalani berbagai sudut pandang tersebut…mana yang lebih cocok maka citra itu yang terpilih…
Sebagai awal pembentukan spiritual, disajikan bahwa citra Beliau bisa disimbolkan sebagai suatu wajah yang menyenangkan, penuh cinta kasih dan terlaksa sebagai pelindung..hal itu disiarkan dalam hati dan dipujam serta dijapam sedemikian rupa untuk mengikrarkan Beliau dalam hati masing-masing sampai seumur hidup….
ada juga yang disimbolkan sebagai suatu huruf atau ayat- ayat yang menyimbolkan Beliau..seperti Ongkara…hal itu kembali tergantung pemahaman masing-masing dalam penerapan citra Beliau…
tiada yang salah, bahkan dalam penerapan lain, Beliau bisa dipaparkan sebagai sesuatu yang tiada terjangkau namun memiliki cahaya pada setiap mahluk yang menyebabkan tiada yang tanpa berisikan Beliau baik mahluk hidup ataupun tidak…Ini pencitraan Beliau ada dimana-mana pada berbagai mahluk…
dalam bhagawadgita disebutkan sebagai berikut :
    Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
    mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah

(Bhagavad Gītā, 4.11)
Arti:
    Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
    Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
    dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)

    Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
    tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham

(Bhagavad Gītā, 7.21)
Arti:
    Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
    Aku perlakukan mereka sama dan
    Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap

maka Beliau dalam banyak nama dan bentuk adalah jalan saja bagi diri nya masing-masing untuk mengenal Beliau Sang Maha Kuasa

DEWA YANG MEMANUSIAKAN DIRINYA


Dewa sebagai sinar suci yang Kuasa (Brahman), merupakan suatu wujud super, wujud yang penuh kekuatan, kebijaksanaan dan wakil atau simbol yang kuasa dalam menjalankan diriNya di dunia. Sebagaimana kisah-kisah yang terpampang dan tercantum pada weda menunjukkan kedigjayaan mereka para Dewa. Termasuk pula kisah-kisah heroik mereka pada purana-purana.
Kisah-kisah mereka pun memberikan inspirasi bagi bagaimana manusia sekehendaknya bersikap seperti dewa itu di dunia. Manusia yang berkemampuan dewa dan mampu bersifat, bersikap seperti mereka. Manusia yang mampu berpikir, berkata, dan berlaksana bijak sekaligus tegas, dan juga memiliki rasa kasih sayang. Serasa mustahil di jaman kaliyuga ini, namun bukanlah suatu kemustahilan dari persentase minoritas, terdapat mereka-mereka yang menyerupai “dewa”.
Dewa sebagai manifestasi Brahman (Tuhan YME), merupakan perwujudan atau kepribadian dari sifat-sifat sattwam yang penuh etika di samping pula pemberani dan memiliki kewibawaan tinggi. Lalu sebagaimana sifatNya pun menjadi cermin dan sebagai inspirasi bagi manusia sendiri untuk bersikap dan tentunya pula berkepribadian pemimpin. Pemimpin yang mampu menyelesaikan pelbagai permasalahan serta menjadi tauladan juga memakmurkan bumi, mensejahterakan masyarakatnya. Dalam konsep hindu, telah ada bagaimana selayaknya pemimpin itu yang berkepribadian “dewa” yang dibanggakan rakyat-rakyatnya. Konsep itu antara lain adalah konsep asta brata yang tercantum baik pada itihasa ramayana atau pada manawa dharma sastra. Sloka tersebut adalah :
ramayan
Ò Kakawin ramayana, 21.12
yama brata dumandha karena ala sirakana malung maling yan pejah umelwa kita malwa ngolah salah asing ngumamrang sarat prih pati” 
Artinya:
Brata sanghyang yama menghukum orang yang berbuat salah. Beliaulah yg menghukum roh pencuri kalau sdh mati. Patutlah kita ikut menghukum orang yg bersalah. Setiap yg membikin kacaunya masyarakat patut dilenyapkan.
Ò “anginta kita yat panginte ulah, kuma wruhana budining rat kabeh. Sucara yapanonta tata katon, ya dibya guna suksma bayu brata”.
Artinya:
agar seperti angin itulah engkau ketika menyelidiki keadaan rakyat, supaya engkau mengetahui kehendak masyarakat yg sebenarnya. Kepandaian sbg penglihatanmu yg kamu tidak ketahui itu, adalah sifat utama yg amat rahasia bernama bayu brata.
Ò Kakawin ramayana, 21.16
“mamukya ngupa bhoga sinambin nginak taman penepengang pangan muang nginum, manadanga mabusana mahyas, nahanta danadha brata nuntirum”
Artinya :
“ada waktu menikmati makanan dan hiburan jangan terlalu tamak dengan makan dan minum.. Demikian juga berpakaian dan berhias diri itulah beberatan sang hyang kwera yg patut ditiru”
Ò Kakawin ramayana, 21.17
“bhatara bharunangga sanjata, maha wisaya naga pasa ngapus, sira ta tuladanta pasa brata, kita mapusanang watak durjana”.
Artinya
“sanghyang baruna selalu beliau memegang senjata, sangat bertuah dililit oleh naga pasa, beliau itu patut ditiru bratanya, begitulah engkau harus mengikat semua yang berbuat salah”
Ò Kakawin ramayana, 21.18
lanang gesengi satru bahni brata, galakta rimusuh yeka puw, asing saina santa sirna pasah, yetekana sinanguhagni brata”
Artinya :
“yang selalu membasmi musuh itu adalah agni brata, semangat membasmi musuh itu sebagai kobarannya, setiap musuh yang akan dihadapinya hancur berantakan, yang demikian itulah bratanya sanghyang agni.
Ò Kakawin ramayana, 21-10
“sang hyang indra, yamam, surya, candra, nilakwera, bharunagni nahan wwalu sirata maka angga bhupati matang sira ni nesthi asta brata”
Artinya
“sang hyang indra, yama, surya, candra, dan bayu, sanghyang kwera, waruna, dan agni itu semuanya delapan. Semua beliau itu menjadi pribadi sang pemimpin (raja). Oleh karena itulah beliau harus memuja asta brata”
Jadi dapat terlihat bahwa asta brata merupakan sifat-sifat yang hendaknya diketahui serta diamalkan oleh seorang pemimpin. Asta brata secara jelas adalah sebagai berikut :
1.Sang Hyang Indra : Sebagai dewa penguasa hujan dan kemakmuran,maka hendaknya seorang pemimpin memiliki tujuan utama untuk mendatangkan hujan atau kemakmuran kepada rakyatnya. Karena rakyat yang makmur adalah suatu tanda bahwa Ia adalah memang seorang pemimpin yang berhasil.
2.Sang Hyang Yama : sebagai dewa yang menghukum, artinya bahwa seorang pemimpin tegas dan tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman bagi mereka yang bersalah.(bukan dengan memandang materinya).
3.Sang Hyang Surya : di mana seorang pemimpin selayaknya mampu memberikan sinar dan penerangan yang bijaksana, sebagai seorang pendidik dan mampu mencerahkan masyarakat menuju ke kesejahteraan.
4.Sang Hyang Candra : seperti bulan yang menyejukkan dan lembut, maka seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat dan sikap ramah dan selalu menampilkan senyum menyejukkan yang akan semakin dicintai rakyatnya.
5.Sang Hyang Bayu : yaitu bagai angin yang menuju tekanan lebih rendah dari tinggi dan artinya pemimpin itu mampu mendapatkan suatu informasi serta dekat dengan rakyatnya dan mengetahui nasib mereka dalam keseharian.
6.Sang Hyang Kuwera/Dana Brata : yaitu bahwa pemimpin harus bijak dan mampu mengelola dana(artha) secara efisien, efektif, sekaligus ekonomis dan tepat guna dan tidak berlebihan atau bahkan menggelapkan dana yang seharusnya milik rakyat tersebut.
7.Sang Hyang Baruna : sebagai lautan, di mana tempat terakhir manusia untuk berlabuh dan menyucikan serta menyembuhkan segala kesakitan dunia, maka pemimpin sekehendaknya bisa menjadi seseorang yang bisa menghapus keragu-raguan dari rakyat, dan dengan tidak adanya keraguan maka optimisme untuk menyehatkan pikiran dari rakyat akan tercapai.
8. Sang Hyang Agni.: seperti api yang selalu menjadi penyemangat dan memotivasi semua manusia, itulah bahwa seorang pemimpin hendaknya menjadi.
Jadi itulah idealisme dari seorang pemimpin dalam rupa “dewa”. Atau bung Iwan berkata “Manusia setengah dewa”. Mustahilkah dalam kehidupan untuk menapaki kepemimpinan “dewa” itu? Memang sepertinya jaman Kaliyuga, yang benar dan baik seperti menjadi momok kemunafikan atas segala nikmat dunia. Sebagaimana pula kekuasaan,harta, dan wanita yang menjadi penggoda segala manusia tanpa terkecuali.Iman dan yakin atas dharma sebagai kebenaran yang abadi, adalah titik puncak idealisme manusia. Idealisme tersebut sangat mirip dengan bagaimana seorang “Berkepribadian Tuhan” yang berusaha mengubah jaman menuju idealnya suatu pemahaman pengetahuan “dharma” itu sendiri. Suatu kepribadian Tuhan dapat kita petik pada sloka-sloka seperti di bhagawadgita.
Bhagavad-gita 8.8
Orang yang bersemadi kepada-Ku sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dengan pikirannya senantiasa tekun ingat kepada-Ku, dan tidak pernah menyimpang dari jalan itu, dialah yang pasti mencapai kepada-Ku, wahai Partha.

Bhagavad-gita 8.22
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang lebih agung daripada semua kepribadian lainnya, dapat dicapai oleh bhakti yang murni. Walaupun Beliau berada di tempat tinggal-Nya, Beliau berada di mana-mana, dan segala sesuatu berada di dalam Diri-Nya.

Jadi kepribadian yang maha kuasa adalah Ia yang lebih agung dari siapa pun, dan bahkan sebagaimana astabrata dikatakan sebagai konsep sifat seorang pemimpin, tampaknya akan dekat dengan bagaimana Ia berkepribadian yang agung. Dan kepribadian Tuhan dalam bentuknya sebagai Hyang Wisnu diwicarakan telah turun beberapa kali sebagai avatara, sebagai penyelamat manusia dan menghancurkan adharma di dunia ini. Awatara yang turun memiliki tugas yang mempengaruhi setiap jaman-jaman dan turun berinkarnasi pada suatu spesifikasi jaman. Seperti sabda Sang Kresna sebagai awatara atau inkarnasi wisnu yang tercantum pada bhagawadgita adalah :
Bhagawadgita 4-8
paritranaya sadhunam
vinasaya ca duskrtam

dharma-samsthapanarthaya

sambhavami yuge yuge

Artinya : Dalam rangka untuk menegakkan dharma serta memusnahkan adharma, dan membangun kembali prinsip-prinsip agama, maka Aku menginkarnasi diri-Ku dari milenium (jaman) ke milenium.
Maka Sang Hyang Wisnu sebagai pemelihara dan pelindung dunia, Ia sendiri lahir dan menapakkan diriNya ke dunia untuk menghancurkan adharma itu sendiri. Dan memang Ia adalah sebagai wujud tauladan dan panutan dalam dunia ini.
Dalam wujud avatara, maka telah lahir sampai sembilan avatara di bumi ini. Dan yang terakhir dan ditunggu adalah kepribadian Beliau dalam wujud Kalki avatara. Namun jika dilihat dari berbagai sejarah-sejarah tentang raja-raja terkenal khususnya di nusantara ini, telah beberapai kali seorang raja dinobatkan atau diberikan suatu pribadi agung sebagaimana seorang “dewa” itu sendiri. Raja-raja itu dianggap sebagai titisan Hyang Wisnu yang dalam artian mampu serta memiliki kedigjayaan, kebijaksanaan, dan dicintai rakyatnya.
Dari beberapa sumber dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Raja Airlangga yang memerintah pada tahun 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. 
Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
  • Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
  • Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
  • Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
  • Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
  • Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
  • Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epikMahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
2.Maharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.
Kemenangan Jayabhaya atas Jenggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157.
3.Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.
Jadi dalam kesimpulannya adalah, mereka-mereka para pemimpin adalah sebenarnya manusia yang dianggap “dewa” oleh rakyatnya. Syarat-syarat yang jelas telah ada tercantum dalam Asta Brata, memanglah benar dijadikan sebuah impian akan pemimpin yang bijaksana dan memandang kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama. Dan telah ada beberapa raja-raja dari Nusantara yang dianggap titisan wisnu atau yang Kuasa. Maka tidaklah suatu kemustahilan di jaman yang kurang ditemukannya seorang pemimpin atau raja,seorang dewa akan lahir dan muncul di dunia ini. Paling tidak dari keseharian dan dari diri masing-masing individu, secara nyata disifatkan serangkai filosofi asta brata dan menjadi pemimpin dari sebuah lingkungan tersendiri dan mampu mengalahkan musuh-musuh diri.

KEKUATAN AGUNG AKHIR JAMAN


Seperti yang telah kita tahu, bahwa sekarang hari ini esok dan kemarin kita telah menapaki sebuah jaman yang memang sangat berat dan sangat melelahkan, bagi mereka yang benar-benar menjalaninya secara berbudi dharma. Yaitu sebuah jaman kaliyuga. Jaman di mana memang kejahatan (adharma) memiliki lebih banyak pengikut dari pada mereka yang melakukan dan membela dharma itu sendiri. Persentase yang ada menyatakan bahwa 75 % berbanding dengan adharma 25%. Sebuah pertanyaan yang meneguhkan adalah adharma tidak pernah akan sampai ke angka 100%. Dan sebagai suatu keyakinan bahwa 25% dharma, masih mampu untuk hidup dan bahkan mengalahkan 75% adharma itu sendiri. Dan jika memang itu terjadi atau pasti akan terjadi, maka jaman keemasan atau Satya Yuga akan tercapai di jaman mendatang dan bahkan sesuai keyakinan tentang kekuatan spiritulitas bahwa itu telah mengalami proses tersendiri dan telah dimulai.
Sebagai fakta yang tiada bisa dibantah adalah kemunculan pencerah-pencerah yang sudah lelah pada kemunduran “nilai” jaman, dan berbagai bencana, serta semesta mulai bergejolak sedemikian rupa. Dan nantinya juga akan sampai pada titik keseimbangan di mana Budi luhur Dharma akan mencapai kesunyatan abadi.
Beberapa hal di atas maka akan sampailah pada suatu pertanyaan Siapa yang ditunggu? atau siapa yang patut dinanti pada masa yang penuh goro-goro ini?? Sedikitnya pasti terbersit bahwa berbagai ramalan yang belum teridentifikasi nilai kebenarannya, atau belum dianggap karena tidak berlogika, maka sebenarnya dari mereka yang mengagungkan kekuatan selain duniawi itu sendiri (baca:intuisi). Bahwa telah saatnya datang keperkasaan dharma yang mencipta, melindungi, melebur, serta menghukum dan mengembalikan budi dharma menuju suatu keemasan yang tiada ternilai. Menurut hemat saya adalah bahwa telah atau akan lahir suatu kekuatan ilahi sebagai inkarnasi dari Wisnu yang berupa penunggang kuda dan membawa sebuah pedang terhunus yang siap mematikan mereka yang menentang, meluruskan serta memberi penghukuman sendiri atas adharma yang mereka lakukan. Dan Beliau adalah disebut sebagai Kalki Avatara.

Dari simbolisme kalki avatar di samping, maka makna-makna yang tergambar dari Kalki avatar adalah sebagai berikut :
1. Pedang : Pedang sebagai simbol senjata yang digunaka oleh kalki avatar adalah sebagai pemaknaan akan ketajaman pikiran atau kekuatan dari ilmu pengetahuan yang mampu menghancurkan permasalahan dan memberikan solusi atau meninggalkan ketidakberdayaan dari apa-apa yang menggoda dan menghadang manusia. Pentingnya sebuah ilmu pengetahuan dapat dilihat pada,  Bhagavadgita Percakapan IV Sloka (33) dikemukakan : “ Persembahan berupa ilmu pengetahuan, Parantapa lebih bermutu daripada persembahan materi, dalam keseluruhannya semua kerja ini, berpusat pada Ilmu Pengetahuan, oh Parta”. Selanjutnya dalam Sloka (42) dikemukakan: “Sebab itu, setelah memotong keraguan dalam hatimu karena ketidaktahuan dengan pedangnya ilmu pengetahuan, berpegang pada yoga, bangkitlah, oh Barata”.  
Pengetahuan akan Dharma itu pun melindungi mereka2 yang mengemban ketajaman pikiran itu sendiri. Maka seperti yang tercantum pada sloka sarasamuscya 18, “Dan kekuatan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya, ;lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagad tiga itu.”
Dan pedang sebagai suatu idep suatu pikiran yang tajam termsuk intuisi yang diasah dengan empat marga itu, akan menjadi seuatu yang bershadja sesuai proses karma pala dan kekuatan dharma yang agung. Apa pun jalan yang anda laku, maka akhirnya akan sampai pada “KU”, apakah itu bhakta, Karmin, Jnanin, Rahja maka nantinya akan menjadi kesucian dalam Wibhuti Marga, yaitu suatu “pencerahan”. Dan tidak ada jarak lagi antara Tuhan dan Suksma, Rahga, dan Sahadja.
Kekuasaan akan ilmu pengetahuan dan melalui lindungan Budi Dharma, telah pula dirayakan dan diperingati pada hari raya Tumpek Landep sebagai peringatan mempertajam ilmu, yang telah turun sebelumnya pada peringatan Hari raya Saraswati pada wuku watugunung. Yang juga telah dihayati sedemikian rupa pada keseharian.
2. Kuda. Kuda yang liar adalah sebagai suatu catur purusha artha, yang termasuk pula dharma di sampingnya, Dasar-dasar yang ada untuk menghancurkan musuh manusia yaitu kebodohan adalah, dharma, artha, kama ,moksa yang telah menjadi dasar itu sendiri. Selain pula Tri kaya parisudha sebagai lelaku etika yang berpikir, berbicara, berbuat dharmaning ksatrya mahottama. Dan kuda yang liar adalah mewakili sad ripu dan sad atatayi, atau mungkin seperti seven deadly sins, yang telah terbit pemahamannya. Maka jika kuda liar itu dapat dikelola dengan laksana satya, maka akan mewakili kecepatan intuisi untuk menelaah “putih” kesucian tuhan dalam menanggulangi setiap permasalahan yang ada.
3. Orang yang kalah, adalah ia yang bergerak pada adharma, ia yang bergerak dan mendasarkan dirinya pada jaman kali, mereka yang bersifat raksasa raksasi dan yang tiada berjiwa budi dharma.. mereka akan terkalahkan oleh pedang ketajaman ilmu pengetahuan, dan tergerus oleh kuda catur purusha artha yang akan tetap menang sepanjang masa. Dan ini telah dirayakan pada galungan dan kuningan. Dan keabadian itu akan menjadi kenyataan.
Sedikit dan yang terakhir, Japa atau semadi akan persujudan kepada titisan Waishnam Al Muaimin dapat dilaksanakan dengan mahantra berikut :
“Hare Krushna Hare Krushna, Krushna Krushna Hare Hare”
“Hare Râma Hare Râma, Râma Râma Hare Hare” (Japa Kalki Avatar)

“Om BiswaGuru KalkiRâma Sudarshana Hare Hare
GadâPadma ShankhaShyâma RâmaKrushna Hare Hare” (japa Kalki Avatar).

KAMOKSAN

transendence      Mendengar istilah Mahrifat,  mungkin dikatakan suatu yang asing, namun pada dasarnya adalah sesuatu yang menarik jika didekatkan pada sebuah agama monotheism (islam) sebagai pemilik kata tersebut. Sebuah konsep unik pula tentang arti Manunggaling Kawulo Gusti sebagai sebuah kalimat yang berasal dari istilah “kejawen”. Sebuah kemanunggalan dengan “Gusti”. Tentunya dalam arti unik dan secara privasi dalam hubungannya ke pada “Yang Penguasa” alam ini.
Dalam hubungannya dengan suatu tingkatan ilmu pemahaman dan pengabdian kepada Sang Ilah, sesungguhnya mencapai suatu kata mahrifat dikatakan sebagai suatu ketersulitan tersendiri. Dalam hal ini Ia setidaknya menapaki pada tingkatan-tingkatannya. Sebelum mencapai suatu kata Mahrifat, maka paling tidakumat islam harus menjalani syariat, mengenal tarikat,mendapatkan hakikat, kemudian menuju suatu kemahrifatan. Tingkat syariat adalah pada suatu laku lahir termasuk pula pada tarikat. Syariat adalah laku dalam ritualnya serta larangan dan suruhanNya, kemudian tarikat menuju suatu pemahaman tersendiri dan melakukan paham syariat dalam kehidupan,termasuk juga wirid, zikir, dsb.
Suatu pemahaman yang terkadang kontradiktif jika mempertemukan seorang yang syariat, yang kemudian bertemu seorang penekun mahrifat. Dan seringnya malah hal itu memberikan sebuah konflik tersendiri. Seperti pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir yang memberikan pemahaman tersendiri dimana syariat bertemu Mahrifat. Dan pula bagaimana Syeh jenar dalam pemahamannya sendiri tidak dipahami oleh awam termasuk pula para wali songo yang notabene sudah paham sekali tentang ajaran Islam. Tergambar pula bagaimana Al Hallaj menyebutkan Anna Al-Haqq, yang berarti “Akulah Kebenaran” yang menuju pada suatu yang tidak diberikan oleh pemahaman awam. Dalam artian bahwa paham Mahrifat atau yang dekat dengan sufistik serta yang dikatakan Manunggal menjadi sesuatu yang tidak diberikan secara gamblang kepada khalayak ramai.
Bagaimana mungkin Allah menjadi diri manusia, bagaimana mungkin Allah mau turun kepada diri manusia,atau bahkan mampukah kau mencipta seperti layaknya Allah,itu yang mungkin diberikan sangkaan yang tiada boleh Allah diganggu gugat sedemikian rupa. Islam dalam hal ini tidak memberikan celah untuk menjadikan Allah sekutuNya kepada siapa pun. Jadi memang dalam kenyataan, bahwa paham itu dirahasiakan bagi pemiliknya sendiri.Aliran-aliran yang dekat dengan ini, adalah paham sufisme, yang bahkan beberapa berkata Sufi adalah islam yang berbaju weda.
Dalam hal ini,Hindu sendiri adalah sebagai agama yang kaya akan pemahaman “Hyang Agung”. Dalam sabdanya di Bhagawadgita menyebutkan,jalan manapun yang kau jalani untuk menyembahKu, maka Aku akan terima. Di hindu tersendiri menetapkan ada empat jalan yang memiliki konsep tersendiri. Bhakta, Karmin, Jnanin, Raja Marga. Terlepas dari cara-cara itu, maka disadari atau tidak perjalanan memujaNya sebagai sebuat “way of life”.  Kata-kata “Aham Brahman Asmi”, atau “Tat twam Asi”, adalah kata-kata yang terbiasa di telinga serta di “rasa” seorang Hindu. Karena memang dalam prinsip Monisme atau Pantheism bahwa Brahman ada dimana-mana, serta dimana-mana adalah brahman, menjadi suatu paham yang memberikan rasa takjub dan termasuk mencintai kehidupan(alam semesta) itu sendiri. Dan tidak ada ketidakberbolehan untuk mewujudkan Brahman itu sendiri, sebagai manifestasi Sang Acintya. Dapat dikatakan sebuah kebebasan mewujudkan adalah tanda akan kedekatanNya kepada pemelukNya itu sendiri. Tidak akan Ia marah atau merasa direndahkan karena mewujudkanNya. Malah itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri jika bisa mewujudkanNya dan sekaligus memujaNya.Satu hal yang pasti adalah, tidak ada WujudNya yang tidak dikenal atau bukan manifestasinya, maksudnya adalah tidak ada dewa kerbau, jika pada perjalanan suatu evolusi agama tidak ada namanya dewa berwujud kerbau. Shiva atau Ganesha menjadi suatu manifest/bentukNya yang telah ada di sejarah itu sendiri
Hal ini tergambar pula pada kebijaksanaan pada penyebutanNya, yang tergambar pada “Ekam sat wiprah Bahuda Wadanti”.Seorang bijak akan menyebutNya dengan berbagai nama, karena keluasan dan kemahakuasaanNya itu. Seperti jika diterjemahkan secara fungsi, Dewa Siwa dikatakan sebagai pelebur, penghukum, atau DewaYama sebagai Yang Maha Adil, atau Wisnu sebagai pemelihara semesta. Kalau di Islam yang tidak diperkenankan mewujudkanNya, sebenarnya telah memiliki 99 nama Allah (asma ul Husna) yang terdapat Al-Adl sebagai Allah yang Maha Adil, Al Muaimin sebagai pemelihara, atau pula Al-Khalik yang merupakan nama Allah sebagai Pencipta semesta. Memang tidak ada wujud dalam bentuk rupa, namun dalam simbol-simbol huruf atau lukisan kaligrafi dapat diperlihatkan sebagai bentuk estetika akan keagungan namaNya.
Dalam wilayah seni,maka seorang sufistik menemukan jalan yang dekat dengan berolah puisi sebagai tunjuk atas kedekatanNya kepada Ilahiah. Sebagai contoh puisi berikut
Sabda Rasul Allah Nabi kamu
Lima’a Allahi sekali waktu
Hamba dan Tuhan menjadi Satu
Inilah ‘arif bernama tahu
Kata Bayazid terlalu ‘ali
Subhani ma a’zama sya’ni
Inilah ilmu sempurna fani
Jadi senama dengan Hayyu al-Baqi
Kata Mansur penghulu ‘Asyiq
Ia itu juga empunya natiq
Kata siapa ia la’iq
Mengatakan diri akulah khaliq
Dengarkan olehmu hai orang yang kamil
Jangan menunut ilmu yang batil
Tiada bermanfaat kata yang jahil
Ana al-Haq Manshur itulah washil
Hamzah Fansuri terlalu karam
Ke dalam laut yang maha dalam
Berhenti angin ombaknya padam
Menjadi sultan pada kedua alam:
(http://syairsyiar.blogspot.com/2008/05/puisi-puisi-sufi-syeikh-hamzah-al.html)
Dalam hal ini pun dalam islam masih terjadi suatu perdebatan tersendiri akan kesesatan dari jalan sufism, tassawuf. Namun sebuah puisi dengan keindahan serta estetikanya itu sendiri, memiliki nilai mistik jika menghayatinya secara mendalam. Mungkin pula dalam “way of life-nya” bahwa seorang sufi menunjukkan takjub serta sujudnya kepada kekuatan Agung yang “benar” adalah dengan puisi itu sendiri. Agar itu sebagai keindahanNya dapat diterima oleh awam.
Jika dilihat pada Wadahtul wujud, maka mempunyai pengertian secara awam yaitu; bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci. Pengertian sebenarnya adalah merupakan penggambaran bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Allah adalah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan manusia, Dia-lah Tuhan dan kita adalah bayangannya. Hal ini dikatakan jugasebagai Wahdatul Syuhud yang berarti kita dan semua bagian dari dzat Tuhan /Allah. Hal ini sangat riskan jika didekatkan pada suatu pemahaman awam tentang Tuhan itu sendiri. Pada suatu paham Ke”Hindu”an itu bisa dikatakan sejalan dengan Atma tattwa, bahwa memang dalam setiap mahluk, manusia, bahkan semesta merupakan Ia semata. Sang Brahman. Dan kita hanyalah dan sebagai percikan dari Hyang Kuasa itu sendiri. Riskan dalam hal ini, pada manusia yang menganggap awam, hanya akan menimbulkan suatu emosi dan dikatakan akan merendahkan kekuatan Agung itu sendiri. Padahal untuk mengenal IA maka diperlukan sedikit ruang yang hanya Ia yang “mampu” dalam mengalahkan musuh diri. Musuh dalam diri sendiri yang terlalu berprasangka dan bahkan memenjarakan IA.
Memang dunia adalah sebuah dunia rwa bhineda, sebuah yin dan yang. Dan bagaimana seorang bijak dapat memberikan dirinya sendiri suatu kemoksaan sebagai tujuan akhir di dunia atau di alam nanti, adalah terlepasnya ia dari nafsu, lobha, keserakahan, dan tunduk pada sifatNya yang sempurna untuk tidak mengidolakan keduniawian yang “maya”. Sebuah kebahagiaan dan kesejahteraan batin yang akan muncul dan menjadikan keesokan hari sebuah karma baik untuk dengan nyaman dijalani sebagai suatu kemenangan akan hidup itu sendiri