Sabtu, 06 April 2013

DEWA YANG MEMANUSIAKAN DIRINYA


Dewa sebagai sinar suci yang Kuasa (Brahman), merupakan suatu wujud super, wujud yang penuh kekuatan, kebijaksanaan dan wakil atau simbol yang kuasa dalam menjalankan diriNya di dunia. Sebagaimana kisah-kisah yang terpampang dan tercantum pada weda menunjukkan kedigjayaan mereka para Dewa. Termasuk pula kisah-kisah heroik mereka pada purana-purana.
Kisah-kisah mereka pun memberikan inspirasi bagi bagaimana manusia sekehendaknya bersikap seperti dewa itu di dunia. Manusia yang berkemampuan dewa dan mampu bersifat, bersikap seperti mereka. Manusia yang mampu berpikir, berkata, dan berlaksana bijak sekaligus tegas, dan juga memiliki rasa kasih sayang. Serasa mustahil di jaman kaliyuga ini, namun bukanlah suatu kemustahilan dari persentase minoritas, terdapat mereka-mereka yang menyerupai “dewa”.
Dewa sebagai manifestasi Brahman (Tuhan YME), merupakan perwujudan atau kepribadian dari sifat-sifat sattwam yang penuh etika di samping pula pemberani dan memiliki kewibawaan tinggi. Lalu sebagaimana sifatNya pun menjadi cermin dan sebagai inspirasi bagi manusia sendiri untuk bersikap dan tentunya pula berkepribadian pemimpin. Pemimpin yang mampu menyelesaikan pelbagai permasalahan serta menjadi tauladan juga memakmurkan bumi, mensejahterakan masyarakatnya. Dalam konsep hindu, telah ada bagaimana selayaknya pemimpin itu yang berkepribadian “dewa” yang dibanggakan rakyat-rakyatnya. Konsep itu antara lain adalah konsep asta brata yang tercantum baik pada itihasa ramayana atau pada manawa dharma sastra. Sloka tersebut adalah :
ramayan
Ò Kakawin ramayana, 21.12
yama brata dumandha karena ala sirakana malung maling yan pejah umelwa kita malwa ngolah salah asing ngumamrang sarat prih pati” 
Artinya:
Brata sanghyang yama menghukum orang yang berbuat salah. Beliaulah yg menghukum roh pencuri kalau sdh mati. Patutlah kita ikut menghukum orang yg bersalah. Setiap yg membikin kacaunya masyarakat patut dilenyapkan.
Ò “anginta kita yat panginte ulah, kuma wruhana budining rat kabeh. Sucara yapanonta tata katon, ya dibya guna suksma bayu brata”.
Artinya:
agar seperti angin itulah engkau ketika menyelidiki keadaan rakyat, supaya engkau mengetahui kehendak masyarakat yg sebenarnya. Kepandaian sbg penglihatanmu yg kamu tidak ketahui itu, adalah sifat utama yg amat rahasia bernama bayu brata.
Ò Kakawin ramayana, 21.16
“mamukya ngupa bhoga sinambin nginak taman penepengang pangan muang nginum, manadanga mabusana mahyas, nahanta danadha brata nuntirum”
Artinya :
“ada waktu menikmati makanan dan hiburan jangan terlalu tamak dengan makan dan minum.. Demikian juga berpakaian dan berhias diri itulah beberatan sang hyang kwera yg patut ditiru”
Ò Kakawin ramayana, 21.17
“bhatara bharunangga sanjata, maha wisaya naga pasa ngapus, sira ta tuladanta pasa brata, kita mapusanang watak durjana”.
Artinya
“sanghyang baruna selalu beliau memegang senjata, sangat bertuah dililit oleh naga pasa, beliau itu patut ditiru bratanya, begitulah engkau harus mengikat semua yang berbuat salah”
Ò Kakawin ramayana, 21.18
lanang gesengi satru bahni brata, galakta rimusuh yeka puw, asing saina santa sirna pasah, yetekana sinanguhagni brata”
Artinya :
“yang selalu membasmi musuh itu adalah agni brata, semangat membasmi musuh itu sebagai kobarannya, setiap musuh yang akan dihadapinya hancur berantakan, yang demikian itulah bratanya sanghyang agni.
Ò Kakawin ramayana, 21-10
“sang hyang indra, yamam, surya, candra, nilakwera, bharunagni nahan wwalu sirata maka angga bhupati matang sira ni nesthi asta brata”
Artinya
“sang hyang indra, yama, surya, candra, dan bayu, sanghyang kwera, waruna, dan agni itu semuanya delapan. Semua beliau itu menjadi pribadi sang pemimpin (raja). Oleh karena itulah beliau harus memuja asta brata”
Jadi dapat terlihat bahwa asta brata merupakan sifat-sifat yang hendaknya diketahui serta diamalkan oleh seorang pemimpin. Asta brata secara jelas adalah sebagai berikut :
1.Sang Hyang Indra : Sebagai dewa penguasa hujan dan kemakmuran,maka hendaknya seorang pemimpin memiliki tujuan utama untuk mendatangkan hujan atau kemakmuran kepada rakyatnya. Karena rakyat yang makmur adalah suatu tanda bahwa Ia adalah memang seorang pemimpin yang berhasil.
2.Sang Hyang Yama : sebagai dewa yang menghukum, artinya bahwa seorang pemimpin tegas dan tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman bagi mereka yang bersalah.(bukan dengan memandang materinya).
3.Sang Hyang Surya : di mana seorang pemimpin selayaknya mampu memberikan sinar dan penerangan yang bijaksana, sebagai seorang pendidik dan mampu mencerahkan masyarakat menuju ke kesejahteraan.
4.Sang Hyang Candra : seperti bulan yang menyejukkan dan lembut, maka seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat dan sikap ramah dan selalu menampilkan senyum menyejukkan yang akan semakin dicintai rakyatnya.
5.Sang Hyang Bayu : yaitu bagai angin yang menuju tekanan lebih rendah dari tinggi dan artinya pemimpin itu mampu mendapatkan suatu informasi serta dekat dengan rakyatnya dan mengetahui nasib mereka dalam keseharian.
6.Sang Hyang Kuwera/Dana Brata : yaitu bahwa pemimpin harus bijak dan mampu mengelola dana(artha) secara efisien, efektif, sekaligus ekonomis dan tepat guna dan tidak berlebihan atau bahkan menggelapkan dana yang seharusnya milik rakyat tersebut.
7.Sang Hyang Baruna : sebagai lautan, di mana tempat terakhir manusia untuk berlabuh dan menyucikan serta menyembuhkan segala kesakitan dunia, maka pemimpin sekehendaknya bisa menjadi seseorang yang bisa menghapus keragu-raguan dari rakyat, dan dengan tidak adanya keraguan maka optimisme untuk menyehatkan pikiran dari rakyat akan tercapai.
8. Sang Hyang Agni.: seperti api yang selalu menjadi penyemangat dan memotivasi semua manusia, itulah bahwa seorang pemimpin hendaknya menjadi.
Jadi itulah idealisme dari seorang pemimpin dalam rupa “dewa”. Atau bung Iwan berkata “Manusia setengah dewa”. Mustahilkah dalam kehidupan untuk menapaki kepemimpinan “dewa” itu? Memang sepertinya jaman Kaliyuga, yang benar dan baik seperti menjadi momok kemunafikan atas segala nikmat dunia. Sebagaimana pula kekuasaan,harta, dan wanita yang menjadi penggoda segala manusia tanpa terkecuali.Iman dan yakin atas dharma sebagai kebenaran yang abadi, adalah titik puncak idealisme manusia. Idealisme tersebut sangat mirip dengan bagaimana seorang “Berkepribadian Tuhan” yang berusaha mengubah jaman menuju idealnya suatu pemahaman pengetahuan “dharma” itu sendiri. Suatu kepribadian Tuhan dapat kita petik pada sloka-sloka seperti di bhagawadgita.
Bhagavad-gita 8.8
Orang yang bersemadi kepada-Ku sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dengan pikirannya senantiasa tekun ingat kepada-Ku, dan tidak pernah menyimpang dari jalan itu, dialah yang pasti mencapai kepada-Ku, wahai Partha.

Bhagavad-gita 8.22
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang lebih agung daripada semua kepribadian lainnya, dapat dicapai oleh bhakti yang murni. Walaupun Beliau berada di tempat tinggal-Nya, Beliau berada di mana-mana, dan segala sesuatu berada di dalam Diri-Nya.

Jadi kepribadian yang maha kuasa adalah Ia yang lebih agung dari siapa pun, dan bahkan sebagaimana astabrata dikatakan sebagai konsep sifat seorang pemimpin, tampaknya akan dekat dengan bagaimana Ia berkepribadian yang agung. Dan kepribadian Tuhan dalam bentuknya sebagai Hyang Wisnu diwicarakan telah turun beberapa kali sebagai avatara, sebagai penyelamat manusia dan menghancurkan adharma di dunia ini. Awatara yang turun memiliki tugas yang mempengaruhi setiap jaman-jaman dan turun berinkarnasi pada suatu spesifikasi jaman. Seperti sabda Sang Kresna sebagai awatara atau inkarnasi wisnu yang tercantum pada bhagawadgita adalah :
Bhagawadgita 4-8
paritranaya sadhunam
vinasaya ca duskrtam

dharma-samsthapanarthaya

sambhavami yuge yuge

Artinya : Dalam rangka untuk menegakkan dharma serta memusnahkan adharma, dan membangun kembali prinsip-prinsip agama, maka Aku menginkarnasi diri-Ku dari milenium (jaman) ke milenium.
Maka Sang Hyang Wisnu sebagai pemelihara dan pelindung dunia, Ia sendiri lahir dan menapakkan diriNya ke dunia untuk menghancurkan adharma itu sendiri. Dan memang Ia adalah sebagai wujud tauladan dan panutan dalam dunia ini.
Dalam wujud avatara, maka telah lahir sampai sembilan avatara di bumi ini. Dan yang terakhir dan ditunggu adalah kepribadian Beliau dalam wujud Kalki avatara. Namun jika dilihat dari berbagai sejarah-sejarah tentang raja-raja terkenal khususnya di nusantara ini, telah beberapai kali seorang raja dinobatkan atau diberikan suatu pribadi agung sebagaimana seorang “dewa” itu sendiri. Raja-raja itu dianggap sebagai titisan Hyang Wisnu yang dalam artian mampu serta memiliki kedigjayaan, kebijaksanaan, dan dicintai rakyatnya.
Dari beberapa sumber dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Raja Airlangga yang memerintah pada tahun 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. 
Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
  • Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
  • Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
  • Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
  • Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
  • Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
  • Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha.
Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epikMahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
2.Maharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.
Kemenangan Jayabhaya atas Jenggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157.
3.Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.
Jadi dalam kesimpulannya adalah, mereka-mereka para pemimpin adalah sebenarnya manusia yang dianggap “dewa” oleh rakyatnya. Syarat-syarat yang jelas telah ada tercantum dalam Asta Brata, memanglah benar dijadikan sebuah impian akan pemimpin yang bijaksana dan memandang kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama. Dan telah ada beberapa raja-raja dari Nusantara yang dianggap titisan wisnu atau yang Kuasa. Maka tidaklah suatu kemustahilan di jaman yang kurang ditemukannya seorang pemimpin atau raja,seorang dewa akan lahir dan muncul di dunia ini. Paling tidak dari keseharian dan dari diri masing-masing individu, secara nyata disifatkan serangkai filosofi asta brata dan menjadi pemimpin dari sebuah lingkungan tersendiri dan mampu mengalahkan musuh-musuh diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar