Senin, 01 April 2013

SIWA NATARAJA

Siwa Nata Raja Dewa Tarian, Tarian Peleburan

A rti kata Siwa Nata Raja : Siwa artinya manifestasi dari Tuhan, Nata artinya berkesenian dalam perspektif Hindu, Raja artinya maha besar atau maha kuasa, Siwa Nata Raja artinya berkesenian dalam rangka pemujaan kemahakuasaan Tuhan.

Siwa Nata Raja Dewa Tarian Setiap Tahun di Bali kita disuguhkan dengan suatu perhelatan akbar berupa pesta kesenian Bali. Dan tak asing lagi bahwa di dalamnya akan ada suatu simbul dari pesta kesenian Bali yakni Siwa Nata Raja, selalu terpampang di atas candi bentar raksasa di Arda Candra, Taman Budaya Denpasar. Rupanya banyak diantara kita belum mengetahui apa itu Siwa Nata Raja yang menjadi simbul tersebut.

Siwa Nata Raja dalam filosofi India dikatakan sebagai perwujudan dari Dewa Siwa sebagai penari kosmis. Tarian tersebut mengandung banyak makna, simbolisasi, filosofi, dan kreatifitas berkesenian, khususnya kesenian di Bali. Kesenian dalam perspektif Hindu di Bali mempunyai kedudukan yang sangat mendasar, karena tidak dapat dipisahkan dari religius masyarakat Hindu di Bali. Upacara yadnya yang diselenggarakan di pura-pura juga tidak lepas dari kesenian seperti seni suara, tari, karawitan, seni lukis, seni rupa, dan sastra. Candi-candi, pura-pura dan lain-lainnya dibangun sedemikian rupa sebagai ungkapan rasa estetika, etika, dan sikap religius dari para umat penganut hindu di Bali.

Pregina atau penari dalam semangat ngayah atau bekerja tanpa pamrih mempersembahkan kesenian tersebut sebagai wujud bhakti kehadapan Hyang Siwa yang pada hakekatnya adalah Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan). Di dalamnya ada rasa bhakti dan pengabdian sebagai wujud kerinduan ingin bertemu dengan sumber seni itu sendiri yakni Dewa Siwa. Para seniman ingin sekali menjadi satu dengan seni itu karena sesungguhnya tiap-tiap insan di dunia ini adalah percikan seni. Dalam artian adalah Siwa Nata Raja bersemayam dalam setiap insan di dunia ini.

Dalam mitologinya, tarian-tarian diciptakan oleh Dewa Brahma,dan sebagai dewa tarian adalah Dewa Siwa dikenal dengan sebutan Siwa Nata Raja. Beliau memutar dunia ini dengan suatu gerakan-gerakan mistis yang disebut dengan mudra, yang memiliki kekuatan gaib. Dimana setiap gerakan tangan dan gerakan tubuhya memiliki kekuatan, sehingga tarian ini tidak semata-mata mementingkan keindahan rupa. Namun didasari atas gerakan mudra tersebut, sehingga tarian tersebut memiliki kekuatan sekala dan niskala atau kekuatan nyata dan tidak nyata. Namun hanya beberapa saja dari gerakan mudra itu yang dapat dijumpai dalam tarian Bali. Namun demikian ciri khas tarian bali dan nilai artistic magisnya yang bersifat sekala dan niskala tetap kita jumpai, walaupun tidak sepenuhnya dalam bentuk mudra.

Seniman Bali lebih banyak seniman karya, dan sedikit yang menjadi seniman filsafat. Sebagai seniman karya, seniman Bali mampu menghasilkan sebuah karya seni yang bagus, dan bahkan monumental. Namun tidak banyak yang dapat mengapresiasikan karyanya. Lain halnya dengan seniman filsafat, dimana seorang seniman lebih berorientasi pada pengertian dari karyanya. Walaupun seringkali karya tersebut kurang diminati oleh penikmatnya.

Tetapi demikian seniman Bali sebagai seniman karya. Mereka akan merasa bangga apabila hasil karyanya dapat menghibur hati orang lain. Mereka tidak banyak mengejar filosofi dari karya seninya tersebut. Mungkin pula karena ketidakmengertian para pencipta tari Bali akan jenis dan arti dari gerakan mudra yang berasal dari tarian kosmis Dewa Siwa tersebut. Disamping itu yang namanya mudra di Bali sangatlah sakral, hanya boleh digunakan oleh para sulinggih yaitu orang suci umat Hindu.

Bagi masyarakat Hindu Bali, konsep dan filosofi Siwa Nata Raja tidak saja perlu diketahui dan dipahami, tetapi juga dipakai sebagai landasan filsafat di dalam berkesenian. Hindu Bali yang Siwaistis, menempatkan Siwa sebagai Dewa tertinggi, Maha Kuasa, pencipta seni, dan sekaligus sebagai tujuan dari kreatifitas seni. Visualisasi popular dari Siwa adalah Lingga-Yoni. Bentuk antromorfik dari Siwa dapat digambarkan menjadi dua bentuk, yaitu pertama aspek ugra atau ghora artinya menyeramkan, kedua aspek somya artinya damai. Lingga-Yoni melahirkan aspek Siwa dan Sakti.

Dari Siwa, segala bentuk seni di dunia ini berkembang, oleh karena itu Siwa dipuja oleh para seniman. Dewa Siwa yang pertamakali melahirkan seni tersebut. Sebagai pencipta tarian, Siwa berwujud Nrtyamurti. Siwa juga mengajarkan kesenian kepada Dewa-Dewa dan umat manusia. Siwa juga disebut Adi Guru atau guru pertama kesenian. Siwa juga sebagai guru yoga, musik, dan jnana (ilmu pengetahuan).

Siwa dalam wujud Siwa Nata Raja adalah Siwa dalam postur menari. Gerakannya sangat indah, ritmis dan eksostis mistik yang menggetarkan siapa saja yang menyaksikannya. Gerakannya dalam ritmis tersebut sangat harmonis dan melahirkan keindahan. Gerakan dalam Siwa Nata Raja adalah juga merupakan simbolisasi dari Panca Aksara. Panca Aksara membentuk tubuh Siwa. Tangan yang memegang api adalah Na, kaki yang menindih raksasa adalah Ma, tangan yang memegang kendang adalah Si, tangan kanan dan kiri yang bergerak adalah Wa, tangan yang memperlihatkan abhaya mudra adalah Ya. Panca Aksara adalah kekuatan yang dapat menghapus noda dan dosa. Si Wa Ya Na Ma, adalah mantra. Si mencerminkan Tuhan, Wa adalah anugerah, Ya adalah jiwa, Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan, Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa.

Tarian Siwa melambangkan pergerakan dunia spirit. Dalam tarian tersebut, semua kekuatan jahat dan kegelapan menjadi sirna. Tujuan Siwa menari adalah untuk kesejahteraan dan keselamatan alam semesta, membebaskan roh dari belenggu mala. Siwa bukanlah sebagai penghancur tetapi sebagai regenerator (proses regenerasi). Siwa adalah sebagai manggala data atau pemberi kesucian, dan ananda data yakni sebagai pemberi kebahagiaan. Siwa menciptakan alam semesta dengan cara menari.

Secara konseptual Siwa Nata Raja sebagai wujud nyata diterapkan dalam aktivitas keagamaan di Bali yang selanjutnya mengalir menjadi bentuk-bentuk kesenian. Gerakan tangan atau mudra tersebut kemudian berkembang menjadi gerakan-gerakan anggota badan. Pada upacara yadnya terdengar weda mantra sang sulinggih, suara genta, kidung-kekawin atau nyanyian sakral, gamelan atau musik, tarian, banten atau sesajen yang ditata indah pada dasarnya perwujudan rasa seni yang dipersembahkan kepada Tuhan.

Salah satu dari pertunjukan seni dalam rangka pemujaan kehadapan Dewa Siwa adalah pertunjukan seni Wayang Sapu Leger yaitu suatu paduan yang harmonis antara seni pertunjukan dengan filsafat ketuhanan.

Siwa Nata Raja adalah upaya pencarian kebenaran, kesucian, keharmonisan, melalui berkesenian (satyam, siwam, sundaram). Berkesenian di dalam kaitannya dengan Hindu di Bali adalah sebuah langkah pemujaan untuk menyatu dengan pencipta seni itu sendiri yakni Dewa Siwa. Berkesenian adalah sebuah upaya mencari kepuasan bhatin, mencari kesenangan, mencari keseimbangan, mencari pembebasan dalam penyatuan dengan sang pencipta, yakni sumber dari seni itu sendiri yakni Sang Hyang Siwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar