Dalam Bhagavad Gita 5.4 disebutkan; “sāńkhya-yogau pṛthag bālāḥ pravadanti na paṇḍitāḥ ekam apy āsthitaḥ samyag ubhayor vindate phalam, Hanya orang bodoh membicarakan bhakti (karma-yoga) sebagai hal yang berbeda dari mempelajari dunia material secara analisis (sankhya).
Orang yang sungguh-sungguh bijaksana mengatakan bahwa orang yang
menekuni salah satu di antara kedua jalan tersebut dengan baik akan
mencapai hasil dari kedua-duanya”
Jadi sudah sangat jelas kan? Hanya orang
bodohlah yang membedakan agama dan logika. Agama memang benar-benar
berasal dari Tuhan adalah agama yang ajarannya logis, bukan hanya
sekedar harus percaya dan tidak boleh mempertanyakan kebenaran apa yang
disampaikan dalam kitab suci. Buat apa punya “iman” dan bertaqwa pada
iman tersebut jika seandainya apa yang anda imani hanyalah kebohongan
semata?
Semua kitab suci Agama-agama di dunia
sudah pasti terdiri dari 2 (dua) jenis ajaran, yaitu ajaran rohani
tentang yang mahakuasa atau sesuatu yang mutlak dan ajaran material
tentang alam semesta beserta isinya ini. Tidak ada satu agamapun yang
tidak menceritakan prihal penciptaan alam material, penciptaan manusia
dan mahluk hidup, kiamat dan sejenisnya. Jika membuktikan kebenaran
agama dari filsafat yang rohani dan jauh dari jangkauan logika kita
sulit, maka melogikakan ajaran agama yang bersifat material seperti itu
adalah sebuah celah yang sangat baik untuk dapat membuktikan apakah
ajaran agama bersangkutan dapat dipercaya ataukah tidak.
Bagaimana dengan Hindu? Ajaran Veda yang
maha luas juga tersusun dari ajaran Para Vidya (ilmu spiritual sang diri
dengan Tuhan) dan Apara Vidya (ilmu material). Beberapa kutipan
sloka-sloka tentang Apara Vidya dalam Veda antara lain sebagai berikut;
Atharva Veda bab III.13.5; “Agnisomau bibhratiapa it tah, air terdiri atas Oksigen dan Hidrogen”.
Sama Veda juga menyebutkan “Tam it samanam vaninas ca virudhoantarvatis ca suvate ca vivaha, Tumbuh-tumbuhan menghasilkan udara vital yang disebut samana (Oksigen) secara teratur”.
Rgveda bab II.72.4 ; “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari,
Dari aditi (materi) asalnya daksa (energi) dan dari daksa (energi)
asalnya aditi (materi)”. Inilah hukum kesetaraan energi dengan materi
yang diungkapkan oleh Albert Enstein dalam rumusannya yang terkenal E =
m.C^2 yang menjadi dasar ditemukannya reaksi nuklir.
Padma Purana: “jala-jā
nava-lakñāni sthāvara lakña-vimsati krmaya rudra-sankhyakah paksinam
dasa-laksani pasavas trimsa-laksani manusya catur-laksani, Terdapat
900.000 jenis kehidupan dalam air (aquatic species); 2.000.000 jenis
kehidupan alam bentuk tumbuhan dan pepohonan; 1.100.000 jenis kehidupan
serangga; 1.000.000 jenis kehidupan bentuk burung; 3.000.000 jenis
kehidupan binatang buas, dan 400.000 jenis kehidupan dalam badan
manusia”.
Atharva Veda bab VII.107.1; “Ava divas tarayanti, sapta suryasya rasmayah, matahari memiliki tujuh jenis sinar, mereka adalah sumber hujan”.
Yajur Veda bab XVIII.40; “Susumnah suryarasmiscandrama susumnah, sinar matahari [yang disebut susumna ] menerangi bulan”.
Rg Veda VIII.102.4; “Agnim samudra vasasam, Api ada didalam lautan dalam bentuk tenaga (energi) dasar laut”
Rg Veda VI.16.34; “Agnir vrtrani janghanat, Api menghancurkan pencemaran”
Rg Veda I.59.2; “Athabhavad arati rodasyaoh, Api adlah inti (nucleus) alam semesta”
Rg Veda I.59.2; ” Murdha divo nabhir agnih prthiv yah, Api adalah dasarnya langit dan intinya bumi”
Rg Veda II.5.2; “A yasmin sapta rasma yas talah, Api mengandung tujuh sinar”
Atharva Veda XIII.3.9; “Harayah suparna apo vasana Vivam ut patanti, Matahari mengambil air dalam bentuk uap ke langit”
Atharva Veda VIII.107.1; “Ava divas tarayanti Sapta suryasya rasmayah Apah samudra dharah, Matahari yang tujuh itu mengambil/membawa air laut ke langit dan kemudian menyebabkan hujan
Yajur Veda XVIII.40; “Susumnah suryarasmis candrama andharvah, Sinar matahari yang disebut susumna mnerangi bulan”.
Yajur Veda XX.23; “Sumavavari prthivi sam usah sam u suryah, Matahari bumi dan fajar (permulaan) berputar (berotasi)”
Yajur Veda IX.3; “Apam rasa mud vayasam Surye santam samahitam Apam rasasya yo rasah, Intisari air yg paling halus (atom Hidrogen) terdapat di dalam matahari”
Rg Veda VIII.2.14; “Sam vato vatu te hrde, Udara yg segar bermanfaat untuk jantunggmu”
Sama Veda 1842; “Yad ado vat ate grhe Amrtam nihitam guha, Ya udara engkau berisi nectar (oksigen) ditempat kediamanmu”
Rg Veda I.148.1; “Mathid yad im vsto matarisva Vivas advyam, Udara menghasilkan api melalui pergesekan”
Atharva Veda X.8.40; “Apsu asit matarisva pravistah, Udara ada di dalam air”
Naskah-naskah kuno Veda tidak semata-mata
hanya berisikan pengetahuan filsafat dan spiritual tingkat tinggi,
tetapi juga memuat informasi tentang ilmu-ilmu material (material science)
yang sudah maju. Jadi kita akan menyajikan daftar tentang berbagai
topik yang ada di dalam ilmu pengetahuan Veda dan juga ide-ide dan
pengetahuan yang sudah dikenal ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Kita juga harus menyadari bahwa tanpa adanya kemajuan yang berasal dari
peradaban Veda dalam berbagai bidang yang akan dibahas, dunia ini dan
masyarakat kita tentunya tidak akan seperti sekarang ini. Jadi, kita
berhutang banyak kepada kemajuan yang bersumber dari kearifan Veda.
Literatur Veda juga termasuk Ayur-veda,
ilmu pengobatan holistik yang diajarkan oleh Lord Dhanvantari;
Dhanur-veda, ilmu kemiliteran oleh Rishi Bhrigu; Gandharva-veda, yang
membahas tentang seni musik, tari, drama, dll, oleh Bharata Muni;
Artha-sastra, ilmu pemerintahan dan pembangunan ekonomi; Sthapatya-veda,
ilmu arsitektur; dan Manu-samhita, kitab hukum Veda. Ada juga Shulba
Sutra, perhitungan menurut sistem Veda.
Shulbasutra (matematika)
Shulbasutra merupakan model-model
matematika paling awal, dan tentunya pada mulanya digunakan untuk tujuan
keagamaan. Pada dasarnya mereka dimasukkan sebagai sisipan dari
Kalpasutra untuk aspek ritual (Shrauta), yang memperlihatkan model-model
paling awal dari ilmu aljabar. Pada intinya mereka berisikan
rumus-rumus matematika untuk merancang berbagai bangunan altar tempat
pemujaan dalam ritual Veda. Setiap Shrautasutra memiliki Shulbasutra-nya
sendiri, sehingga mungkin terdapat beberapa naskah tersebut di masa
lalu, walau hanya tujuh Shulbasutra yang dikenal saat ini. Diantaranya
yang terpenting adalah Baudhayana, Apastamba (yang keduanya merupakan
sisipan dari Taittiriya Samhita atau Yajur-veda Hitam), dan Katyayana
(yang merupakan sisipan dari Vajasaneya atau Yajur-veda Putih),
sementara Manava, Maitrayana, Varaha, dan Vidula kurang begitu penting.

Tentang kapan Shulbasutra disusun,
setelah membandingkan Shulba-Shulba Baudhayana, Apastamba, dan Katyayana
dengan matematika dari jaman Mesir kuno dan Babylonia, seperti
dijelaskan oleh N.S. Rajaram dalam Vedic and The Origin of Civilization
(hal.139), adalah sekitar 2000 B.C. Tetapi, setelah memperhitungkan data
astronomi sejak Ashvalayana Grihyasutra, Shatapantha Brahmana, dll,
saat penyusunannya bisa dibawa jauh kebelakang mendekati 3000 B.C.,
mendekati saat terjadinya Perang Mahabharata dan penyusunan
naskah-naskah Veda lainnya oleh Srila Vyasadeva.
Berdasarkan pandangan ini, matematika
Veda tidak bisa lagi dianggap sebagai turunan dari matematikanya bangsa
Babylonia kuno, yang bertajuk tahun 1700 B.C., tetapi pasti merupakan
sumbernya begitu juga dengan ilmu hitung Yunani atau matematika
Pythagoras.
Model-model matematika Veda jauh lebih
maju dibandingkan dengan matematika yang ditemukan pada masa-masa awal
peradaban bangsa Yunani, Babylonia, Mesir, atau Cina. Ternyata, rumusan
geometri yang dikenal sebagai theorema Pythagoras dapat ditelusuri ke
Baudhayana, bentuk Shulbasutra paling awal dari masa sebelum abad
kedelapan B.C. Hal ini merupakan konfirmasi bahwa para filsuf bangsa
Yunani kuno mendapatkan inspirasinya dari India. Ternyata, Prof. R.G.
Rawlinson menyatakan, “Hampir semua teori, kepercayaan, filsafat, dan
matematika, yang diajarkan oleh Pythagoras sudah dikenal di India pada
abad keenam B.C”.
Pengakuan atas keunggulan matematika Veda
juga sudah lama ditulis oleh Sebokht, Bishop dari Qinnesrin di Syria
Utara yaitu tahun 662 A.D.. Sebagaimana dilaporkan dalam Indian Studies
in Honor of Charles Rockwell (Harvad University Press, Cambridge, MA
Edited by W.E. Clark, 1929), Sebokht menulis bahwa penemuan-penemuan
bangsa India dalam bidang astronomi lebih jenius dibandingkan dengan
bangsa Yunani atau Babylonia, dan sistem angka (decimal) mereka lebih
unggul. (N.S. Rajaram, p.157, 1995)
Ini merupakan sistem yang berasal dari
bangsa India yaitu sistem angka desimal puluhan, ratusan, ribuan, dll,
dan prosedur memindahkan sisa dari satu kolom angka ke kolom angka
berikutnya. Terdapat juga cara pembagian bilangan pecahan dan pemakaian
tanda persamaan dan huruf-huruf untuk menunjukan faktor-faktor yang
tidak diketahui. Sistem angka India ini digunakan di Arabia setelah
tahun 700 A.D. dan kemudian menyebar ke Eropa dimana mereka telah secara
keliru menyebutnya sebagai angka Arab. Itu hanya karena bangsa Eropa
mengganti sistem angka Romawi ke sistem angka Arab yang bersumber di
India sehingga banyak kemajuan bangsa Eropa dalam bidang ilmu
pengetahuan dan matematika bisa terjadi.
Penemu pertama kalkulus modern adalah
orang India bernama Bhaskaracarya (1150 A.D.), dimana orang-orang
mengira itu merupakan kontribusi dari Newton atau Liebnitz. Penggunaan
aljabar, trigonometri, kwadrat dan akar pangkat tiga juga pertama kali
dimulai di India. Formulasi istimewa angka “0”, merupakan hasil
pemikiran ilmiah luar biasa bangsa India, yang memungkinkan terjadinya
banyak kemajuan di bidang matematika yang kita miliki sekarang ini. Dan
adalah Aryabhatta (497 A.D.) yang menghitung “phi” sebesar 3,1416.
Banyak metode matematika tersebut bertebaran di dalam naskah-naskah
seperti Shatapatha Brahmana, Baudhayanasutra, dan lain-lain.
Beralih kepada kitab-kitab Purana, mereka
berisikan berbagai informasi atas penciptaan jagat raya,
pemeliharaannya, dan penghancurannya. Hal-hal lainnya termasuk
astrologi, geografi, penggunaan persenjataan militer, organisasi
kemasyarakatan, tugas-tugas dari orang-orang yang berbeda golongan,
karakteristik dan aturan tingkah laku para pemimpin, prediksi mengenai
masa yang akan datang, analisis terhadap elemen-elemen materi,
simpul-simpul kesadaran, bagaimanan energi ilusi bekerja, praktek yoga,
meditasi, pengalaman spiritual, menyadari Sang Absolut, dan banyak lagi.
Kitab-kitab Veda ditulis ribuan tahun
yang lalu, juga secara tuntas mematahkan teori para ilmuwan modern yang
mengira bahwa semua peradaban kuno mengajarkan bumi sebagai pusat jagat
raya dan bintang-bintang dan matahari berputar mengelilinginya. Uraian
di dalam Veda tentang tatanan kosmis, dijelaskan bahwa semua planet,
begitu juga matahari, masing-masing memiliki lintasan orbit tertentu
dalam jagat raya. Kita juga dapat menemukan di dalam Yajur-veda suatu
uraian tentang bagaimana bumi bisa bertahan di dalam angkasa raya karena
gaya tarik matahari yang lebih superior. Teori gravitasi juga diuraikan
di dalam Siddhanta Shiromani berabad-abad sebelum kelahiran Newton,
penemu barat atas hukum gaya tarik bumi (gravitasi).
Beberapa ahli telah menulis bahwa bukti
atas pengamatan astronomi tercantum di dalam Rg Veda, lebih dari 4.000
tahun lalu. Tetapi, ada beberapa ahli yang menghitung bahwa observasi
tersebut berasal dari antara tahun 12.500-1.500 B.C.

Di dalam Surya Siddhanta ada
catatan-catatan tentang titik-titik koordinat bintang yang berasal dari
suatu periode waktu yang sangat tua. Pengetahuan tentang risalah
astronomi klasik ini dikatakan pada awalnya telah dikenal sejak 13.000
tahun yang lalu. Ravindranath Ramchandra Karnik menyebut penanggalannya
ke tahun 13.902 B.C. di dalam bukunya, Ancient Indian Technologies. Yang
lain, menggunakan penghitungan masa kini berdasarkan keakurasian
pergerakan bintang-bintang tersebut, menduga bahwa beberapa dari
koordinat yang disebutkan itu pasti telah dicatat semenjak tahun 50.000
B.C. Para ilmuwan modern menyebut buku tersebut berasal dari sekitar
tahun 490 A.D. Dalam banyak hal, sudah cukup maju untuk masanya. Sebagai
contoh, Surya-Siddhanta (12.54) menyebutkan bahwa walau orang-orang
mungkin memandang dunia ini datar, sebenarnya bumi berbentuk bulat. Pada
bab tigabelas menjelaskan tentang proses pembuatan peta, bahkan sampai
pada tingkat menciptakan situasi yang sebenarnya dengan menggunakan
garis-garis yang mencerminkan latitude dan longitude.
Jadi apa ini maksudnya? Menurut para
antropolog, bukti meyakinkan pertama tentang keberadaan manusia modern
di Eropa atau Timur Tengah dapat ditarik mundur hanya ke 40.000 tahun
lalu, dan perkembangan cara hidup bercocok tanam dan menetap dalam
sebuah perkampungan belum terjadi sampai 10.000-7.000 tahun lalu. Jadi
dari sudut pandang ini, kelihatannya bahwa orang-orang belum memiliki
kemampuan intelek atau kepedulian untuk mengukur atau mencatat posisi
bintang-bintang di langit sejak 50.000 tahun lalu. Oleh sebab itu,
uraian-uraian yang terdapat di dalam kitab-kitab seperti Purana atau
Surya-Siddhanta membuatnya jelas bahwa peradaban Veda jauh lebih
terorganisir atau maju daripada yang diduga banyak orang. Apa sebabnya
para Brahmin dan Rishi di jaman dahulu menggunakan perhitungan astrologi
adalah untuk menentukan waktu yang paling baik untuk melaksanakan
upacara-upacara keagamaan, dan ketika mengharapkan perubahan-perubahan
di muka bumi dan tingkat kesadaran masyarakat.
Dalam hal lainnya terkait dengan sistem
Veda yang pada dasarnya sudah maju di bidang astronomi,
Srimad-Bhagavatam (10.82.2) menjelaskan bahwa Krishna dan Balarama
pernah pergi ke Samanta-pancaka (Kuruksetra) dalam persiapannya
menyongsong datangnya gerhana untuk memperoleh amalan. Ternyata,
orang-orang dari seluruh India datang ke tempat itu untuk berpartisipasi
melakukan ritual mandi di danau yang disucikan saat gerhana
berlangsung. Ini berarti, sebagaimana bunyi ayat tersebut, bahwa setiap
orang mengetahui akan terjadi gerhana jauh hari sebelumnya. Jadi, sistem
astronomi yang digunakan oleh para ahli astronomi Veda 5.000 tahun lalu
memungkinkan mereka untuk memprediksikan gerhana matahari dan bulan
jauh hari sebelumnya sebagaimana ahli astronomi modern saat ini.
Lebih jauh lagi, dalam naskah-naskah Veda
yang paling awal, seperti Atharva-veda, kita menemukan sejumlah ayat
yang berkaitan dengan pemakaian dan manfaat arus listrik, seperti yang
satu ini : “Bahwa daya listrik bisa menjadi sahabat aman kita,
menyediakan tenaga-kuda untuk menjalankan mesin-mesin kita, cahaya untuk
menerangi rumah kita, dan tenaga untuk bercocok tanam di ladang.
Marilah kita pakai untuk kemakmuran dan kemudahan bagi kita melalui
aliran sejumlah arus (listrik)”. (Atharve-veda, Buku 20, Hymne 7, ayat 3)
Ilmu-ilmu lain yang disebutkan di dalam Yajur-veda, seperti beberapa ayat berikut :
“O muridku, seorang
murid yang belajar ilmu pemerintahan, penangkapan ikan di laut yang
berarus, terbang di udara dengan pesawat, mengetahui Tuhan sebagai
Pencipta melalui Catur Veda, mengendalikan pernafasan melalui yoga,
melalui astronomi bisa mengetahui manfaat siang dan malam, menguasai
seluruh Catur Veda, Rig, Yajur, Sama, dan Atharva, melalui unsur-unsur
pokoknya”.
“Melalui astronomi,
geografi dan geologi, pergilah engkau ke negara-negara di dunia di bawah
kolong langit ini. Keagungan bisa engkau capai melalui pengajaran yang
baik kepada para negarawan dan artisanship, melalui ilmu pengetahuan
medis memperoleh pengetahuan tentang semua tanaman obat-obatan, melalui
ilmu pengetahuan hidrostatis mempelajari beragam manfaat air, melalui
kelistrikan memahami cara kerja penerangan yang menyala terus-menerus.
Camkanlah petunjuk-petunjukku dengan baik… (Yajur-veda, 6.21)
Diantara berbagai macam ilmu yang
disebutkan dalam ayat-ayat di atas, hal ini mungkin mengejutkan
menemukan sebuah referensi tentang pesawat terbang, atau vimana
(wahana). Tetapi, kenyataannya, penyebutan pesawat terbang sering kali
dijumpai dalam literatur Veda, termasuk ayat-ayat berikut dari
Yajur-veda menjelaskan pergerakan mesin-mesin seperti itu :
“O para insinyur
kerajaan yang terampil, bangunlah kapal-kapal laut, dibuat bergerak di
atas air oleh para ahli kita, dan pesawat-pesawat udara, bergerak dan
terbang ke atas, menembus awan yang terletak di wilayah pertengahan,
yang terbang sebagai perahu yang terus bergerak di atas permukaan laut,
yang terbang tinggi di atas dan di bawah awan yang berair. Jadilah
engkau, dengan demikian, kemakmuran dunia ini yang diciptakan oleh Tuhan
Yang hadir dimana-mana, dan melayang baik di udara maupun di dalam
cahaya. (Yajur veda 10.19)
Di dalam Brihad Vimana Sastram dalam
ayat-ayat Sanskrit disertai terjemahannya dalam bahasa Inggris, diedit
oleh G. R. Josyer dari Mysore, kita dapat menemukan penjelasan tentang
37 buah model pesawat terbang vimana dengan perlengkapan untuk
mengumpulkan informasi melalui perangkat nir-kabel, dan dengan kemampuan
membuat dirinya tidak terlihat (invisible). Ia juga menjelaskan
jenis-jenis makanan yang dikonsumsi oleh para navigator dan awak pesawat
dalam penerbangan antar planet.
Rg Veda, Ramayana, Mahabharata dan
teks-teks Veda lainnya juga memuat sejumlah referensi sejenis vimana,
mesin-mesin terbang, dan bahkan kota terbang. Dalam Raghuvamsham,
Kalidasa menyajikan suatu uraian yang gamblang dan akurat tentang
penerbangan Sri Rama dari Sri Lanka (Alengka) ke Ayodya dalam sebuah
pesawat terbang. Dengan tambahan ilmu pengetahuan ilmiah yang disajikan
dalam teks-teks Sanskrit, menjadi jelas bahwa terbang dengan mesin sudah
dikenal di jaman India kuno.
Penemuan-penemuan lain di bidang
teknologi modern yaitu energi atom dan produk-produk sampingannya.
Kebanyakan orang sepakat bahwa tidak ada peradaban sebelum kita yang
memiliki pengetahuan tentang hal itu. Tetapi berkali-kali kita temukan
dalam literatur Veda berbagai uraian tentang persenjataan, seperti
brahmashtra, yang memiliki daya ledak mirip sebagaimana bom atom dewasa
ini. Untuk apa lagi beberapa ayat dari Atharva-veda berikut ini
ditujukan selain daripada penjelasan tentang prinsip-prinsip dasar
energi atom?
“Energi Atom pembelahan
sembilan puluh sembilan elemen, lintasannya diselimuti oleh
elektron-elektron yang bergerak sangat aktif tanpa henti atau
rintangan…. ”. (Atharva-veda, 20.41. 1-3)
Hal lain yang menggambarkan kemajuan yang
berasal dari peradaban Veda adalah konsepsi mereka tentang skala waktu
yang universal. Faktor waktu dihitung yang mana pengaruhnya berbeda
untuk berbagai tingkatan jagat raya. Sebagai contoh, dikatakan bahwa
satu hari demigod sama dengan enam bulan manusia di planet bumi. Dan
satu tahun dihitung 360 hari manusia, sementara 12.000 tahun para dewa
dikatakan sama dengan satu kedipan mata Maha-Vishnu. Untuk Brahma,
demigod (dewa) tertinggi dari semua demigod, satu siang sama dengan
seribu kali siklus gabungan catur-yuga; Satya, Treta, Dvapara, dan
Kali-yuga. Ini berjumlah 4,3 milyar tahun, yang pada akhir jamannya
disambung dengan malam Brahma yang berdurasi sama ketika itulah terjadi
annihilasi jagat raya secara parsial, termasuk planet bumi. Setelah
malam Brahma, siang Brahma dimulai lagi, dan apa yang telah dihancurkan
diciptakan atau dibangkitkan kembali. Menariknya, ilmu pengetahuan
modern memperkirakan bahwa umur planet bumi adalah sekitar 4 milyar
tahun. Veda bisa memahami rentang waktu yang sangat panjang itu lebih
dari 3.500 tahun lalu yang gambarannya mirip dengan perkiraan ilmu
pengetahuan modern saat ini.

Mengenai waktu dan penghitungan jangka
panjang, bahkan Dr. Carl Sagan menulis di dalam bukunya, Cosmos
(Balentine Books, New York, 1980), “Agama Hindu merupakan satu-satunya
keyakinan besar di dunia yang mengemukakan ide bahwa jagat raya itu
sendiri mengalami suatu pemuaian, termasuk kematian dan kelahiran
kembali dalam jumlah yang tidak terbatas. Ia merupakan satu-satunya
agama yang membahas skala waktu, tidak diragukan lagi, seperti halnya
kosmologi ilmiah modern. Siklusnya dimulai dari siang dan malam waktu
kita sebagaimana biasanya sampai kepada siang dan malam Brahma, 8,64 x
10^9 tahun lamanya, lebih panjang daripada perkiraan umur bumi atau
matahari jika di hitung berdasarkan teori Big Bang”.
Tentunya, kita tidak menerima bahwa
kalkulasi seperti itu ditemukan secara kebetulan. Dari imajinasi macam
apa sehingga bisa mendapatkan sebuah angka tertentu yang ternyata cocok
dengan ilmu pengetahuan modern? Angka-angka tersebut telah disampaikan
oleh Tuhan, Sri Krishna dalam Bhagavad-gita dan kitab-kitab Purana
lainnya, jadi tidak mungkin diterima sebagai sebuah angka yang muncul
secara tiba-tiba. Jadi bagaimana ilmu pengetahuan Veda dari jaman purba
bisa memuat kalkulasi seperti itu?
Alasan kenapa hal ini bisa terjadi bukan
karena hasil dari sebuah pemikiran spekulatif tentang kehidupan oleh
para pertapa suci ribuan tahun yang lalu, tetapi karena pengetahuan
Veda, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, ditetapkan oleh Yang
Kuasa sehingga mahluk hidup dapat memahami posisi mereka di dunia ini.
Jadi, pengetahuan ini telah diwariskan sepanjang masa, siap untuk
digunakan oleh siapapun yang memiliki kualifikasi untuk mengamalkannya.
Melalui contoh-contoh di atas, kita bisa melihat bahwa banyak dari ilmu
pengetahuan dan penemuan yang kita banggakan sekarang ini, mengira itu
sebagai pencapaian belakangan ini, ternyata sudah diketahui
bertahun-tahun yang lalu. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati
jangan menganggap bahwa tidak ada peradaban sebelum kita yang sebegitu
majunya. Dari literatur Veda sudah cukup bukti bahwa kita telah gagal
melihat bahwa apa yang kita ketahui dan miliki saat ini, melalui
pengorbanan yang sangat besar dan berbagai macam penelitian, sebenarnya
hanya sekedar menemukannya kembali.
Veda juga sudah cukup maju dalam
pelayaran samudra. Sementara para pelaut dan saudagar bangsa Eropa
kebanyakan tidak mengetahui jalur-jalur pelayaran dari Eropa ke India
sampai dengan abad ke-enambelas, literatur dan epos-epos bangsa India
menjelaskan gambaran bentuk bumi dan benua dan lautan ribuan tahun
sebelumnya. Dan bangsa India kuno mengetahui bagaimana cara mencapai
daerah seberang melalui jalur-jalur laut.
Sebagaimana dikemukakan dalam buku
World-Wide Hindu Culture oleh Dr. Venu Gopalacharya (hal. 102),
diketahui bahwa kapal-kapal dagang berukuran besar bangsa India biasa
membawa para pelaut dan saudagar dari India ke daerah-daerah koloninya
di Jawa, Sumatera, Borneo, Kepulauan Philipina, dan lain-lain, sejak
jaman dahulu kala sampai dengan Indian Ocean dikuasai armada dagang
bangsa Eropa di abad ke-18. India lebih dari sekedar mahir dalam
pelayaran dan penjelajahannya di luar batas-batas perairannya ke tiga
arah. Petikan dari surat perintah larangan bahwa seorang suci, dan yang
lainnya, untuk tidak bepergian melalui jalur laut ke negara lain mulai
berlaku pada abad ke-14 A.D. dan seterusnya. Hal ini terjadi karena
orang-orang di Malaysia dan Indonesia telah di-Islamkan dan perjalanan
lewat laut menjadi sulit karena adanya fakta yang menimpa orang-orang
tertentu yang melakukan perjalanan ke negeri seberang akan dipaksa untuk
berganti keyakinan atau bahkan nyawanya terancam.
Yuktikalpataru, sebuah hasil karya
Sanskrit dari masa pra-Kristen, memberikan aturan tata-cara membangun
berbagai model kapal laut. Kitab Jataka menjelaskan bahwa penguasa dari
Bengal, Simhabala, berangkat ke Sri Lanka di abad ke-enam B.C. dalam
sebuah kapal membawa anaknya, Vijaya, diikuti oleh tujuh ratus awak
kapal. Simhabala memiliki kapal lainnya yang mengikutinya di belakang
dengan mengangkut 1.000 orang tukang kayu. Jadi ini bukanlah kapal
kecil. Kapal-kapal mereka dikatakan dilengkapi dengan Matsya Yantra,
yang adalah jarum magnetik yang terapung di dalam minyak yang bisa
menunjukan arah haluan yang benar. Ini kemudian dikembangkan menjadi
kompas modern. Tetapi, para pelaut barat baru mengetahui marine kompas
setelah abad ke-16, kemungkinan setelah adanya kontak dengan pelaut
India.
Keahlian bangsa India di bidang
pembangunan kapal secara khusus disebutkan oleh orang Inggris, yang
begitu tertarik terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
arsitektur kapal perang, dan menyebut setiap kapal bangsa India sangat
bagus untuk ditiru. Sir John Malcolm menulis bahwa kapal-kapal India,
“benar-benar disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, tidak diragukan
lagi merupakan keunggulan pengetahuan mereka. Bangsa Eropa, selama dua
abad berhubungan dengan bangsa India, tidak bisa memperkirakan atau
paling tidak menerapkan secara sukses satu perbaikan”
Dalam bidang ilmu kemiliteran, Ramayana
dan kitab-kitab Purana seringkali menyebut Shataghni, atau canon, karena
diletakan di atas menara dan digunakan pada saat emergensi. Sebuah
canon disebut “Shataghni” karena itu berarti senjata api yang bisa
membunuh seratus orang dengan sekali tembakan. Mereka mengasalkan
agniyastra, atau senjata api itu kepada Visvakarma, arsitek dari
epos-epos Veda. Senjata roket juga merupakan penemuan bangsa India dan
digunakan oleh tentara pribumi saat bangsa Eropa datang pertama kali.
Dalam Dante’s inferno, Alexander Yang Agung menyebutkan dalam sebuah
surat kepada Aristotle bahwa kilatan nyala api yang sangat mengerikan
ditembakkan kepada tentaranya di India.
Shukra Neeti adalah sebuah naskah kuno
Sanskrit yang berkenaan dengan pembuatan berbagai jenis senjata seperti
senapan dan meriam. Dalam buku The Celtic Druids (hal. 115-116), Godfrey
Higgins menyajikan bukti-bukti bahwa orang-orang Hindu telah mengetahui
bubuk mesiu sejak jaman dahulu kala. Jadi anggapan bahwa bubuk mesiu
pertama kali ditemukan oleh bangsa China adalah keliru.
Juga terdapat berbagai macam kemajuan
teknologi dalam berbagai bidang pengetahuan di dalam pustaka Veda. Pilar
besi pada bangunan Kutab Minar dekat New Delhi merupakan saksi atas
pengetahuan ilmiah Veda pada masa silam. Bukti memperlihatkan bahwa
pilar itu tadinya adalah Garuda Stambha dari sebuah kuil Vishnu. Ada
yang memperkirakan itu berasal dari abad ke-empat A.D., sementara yang
lain memperkirakan berumur lebih dari 4000 tahun. Pilar itu berdiameter
16 inci dan tinggi 23 kaki. Walaupun ada di ruangan terbuka selama
berabad-abad, ia tidak berkarat. Itu terbuat dari besi murni, yang
bahkan saat ini hanya bisa dibuat dalam jumlah kecil melalui proses
elektrolisa. Pilar seperti itu akan sangat sulit dibuat bahkan untuk
masa kini. Jadi, pilar itu menantang penjelasan!
Veda juga mencapai penguasaan di bidang
ilmu astronomi, matematika, yoga dan pengendalian nafas, arsitektur dan
tata kota. Teks-teks seperti Mayamata, Samarangana-sutradhara (dari abad
ke-11 A.D.), dan Vishnudharmottara (450-650 A.D.) membahas hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu arsitektur. Munasara (dari abad ke-11 sampai
ke-15 dalam formatnya yang sekarang) juga menyebut tentang sebuah istana
raja berlantai 12. Jadi gedung pencakar-langit bukannya tidak dikenal
pada waktu itu. Lebih jauh lagi, Arthashastra (2.3,4) memuat informasi
tentang bangunan benteng, gerbang menara, gopuram, istana, kuil Deity,
dan pemukiman untuk berbagai tipe penduduk.
Shilpa Shastra juga teks klasik Veda
tentang arsitektur, konstruksi rumah,, dan tata kota. Yang disebut
belakangan ditemukan dalam Vastu Vidya. Beberapa informasi yang
ditemukan dalam Vastu Vidya adalah cerita tentang Jataka dan aturan
Buddhis Pali. Kemiripan ini membenarkan bahwa Vastu Vidya ada pada saat
dan setelah kematian Sang Buddha, dari tahun 500 B.C., sampai 100 A.D.
Lebih jauh lagi, kalau kita simak penjelassan mengenai bangunan-bangunan
mewah dan tata perkotaan dari kota Dwaraka dalam Canto Kesepuluh
Bhagavata Purana, kita dapat mengerti bahwa pengetahuan seperti itu
telah ada dan dipakai beberapa ribu tahun lalu.
Vastushastra, bersama dengan referensi di
dalam epos-epos Veda, Arthashastra, dan Jataka juga menyebut tentang
bahan-bahan bangunan dan berbagai ukuran batu bata dan batu yang
digunakan dalam membangun menara, pintu masuk, dan atap kubah.
Vrikshayarveda bagian dari Agni Purana membahas model-model irigasi
memakai saluran dan kanal.
Ilmu pertanian dijelaskan dalam berbagai
naskah yaitu Brihatsamhita, Arthashastra, dan secara lebih eksklusif di
dalam Krishiparashara. Karya ini menjelaskan segala sesuatunya sejak
pembibitan, menanam anak pohon, panen dan penyimpanan biji-bijian hasil
panen. Vrikshayarveda dari Agni Purana juga membahas model irigasi,
pembangunan saluran dan kanal, mengairi tanaman, dan berbagai hama
tanaman dan cara penanganannya, dan lain-lain.
Ilmu Botani juga dikenal pada jaman Veda
dahulu kala. Pustaka kuno Veda seperti Rig-veda (10.97.21) dan
Mahabharata menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan memiliki jiwa dan dapat
merasakan. Sir J. C. Bose membuktikannya secara ilmiah di dalam
laboratorium. Karya-karya lain, seperti Upavanavinoda dari
Sharngadhara-paddhanti dari abad ke-13, bersama dengan bagian-bagian
dari sekian banyak Purana, seperti Agni, Padma, Matsya, Bhagavata, dan
Arthashastra, Brihatsamhita, dll, membahas tentang penanganan tanaman
dan penyakitnya. Informasi yang disampaikan termasuk penggunaan pupuk
untuk kesuburan tanaman, penyebab penyakit dan penanganannya, bagaimana
agar tanaman berbuah lebat, bagaimana bunga berbau semerbak, reaksi
tanaman terhadap panas, dingin, petir, ciuman dan sentuhan, dan
bagaimana memanfaatkan air dan angin dan tehnik okulasi. Bahkan ide
tentang rotasi tanaman dibahas di dalam Taittiriya-samhita (5.1.7.37).
Bahkan, penggunaan obat dari daun-daunan seperti ophium untuk anastesi
digunakan pertama kali di India.
Pengetahuan tentang batu permata dan
lapidary dapat ditemukan di dalam Garuda dan Agni Purana, yang merupakan
tulisan pertama yang menjelaskan tentang kualitas dan kelas batu
permata, bagaimana cara menemukan dan mengolahnya, dan bahkan bagaimana
mereka bisa dipakai untuk melawan aksi dari pengaruh astrologi
planet-planet.
Terdapat juga penjelasan tentang
pembagian waktu, molekul-molekul, atom-atom, dan peluru, yang kesemuanya
merupakan istilah-istilah Sanskrit. Naskah yang disebut Agastya Samhita
berisikan ayat yang menjelaskan bahwa kain sutera adalah bahan yang
sangat bagus untuk balon dan parasut karena elastisitasnya. Ayat lain
menjelaskan bahwa seseorang dapat membubung tinggi di angkasa dengan
memakai baju kedap udara yang diisi hidrogen. Ayat lain dalam teks-teks
Veda menjelaskan proses pembuatan kawat lampu dan kabel, tekstil kedap
udara, baterai, motor, dan tehnik penyepuhan logam. Lebih jauh lagi,
Silpa Samhita menjelaskans teleskop dengan cara ini: “Pertama-tama
buatlah kaca dengan cara dipanggang. Masukkan kaca-kaca tersebut pada
bagian akhir dan bagian tengah tabung berongga. Ini bisa dipakai sebagai
turi-yantra untuk mengamati badan-badan celestial jarak jauh.”
Teks-teks Vedic lainnya juga menunjukkan
bagaimana cara membuat suatu barang yang kita dapatkan secara gratis
sekarang ini, tetapi sulit untuk dibayangkan bahwa mereka sudah ada
ribuan tahun lalu. Sebagai contoh, sebuah copy dari manuskrip Silpa
Samhita di dalam perpustakaan Jain di Anhilpur, Gujarat, sebagaimana
dilaporkan oleh P.N. Oak dalam World Vedic Heritage (hal.152),
menjelaskan bagaimana sebuah termometer bisa dibuat dengan bantuan
mercuri, benang, minyak, dan air. Sebuah naskah yang disebut
Bhoj-Prabandh menyebutkan sebuah kuda kayu milik Raja Bhoj yang dapat
melakukan perjalanan sejauh 22 mil dalam 24 menit, dan sebuah fan yang
dapat berputar tanpa perlu bantuan secara manual untuk membuat hembusan
angin sepoi-spoi
Ilmu Pengobatan-Ayurvedic
Kebudayaan Hindu kuno juga memiliki
sebuah sistem yang sudah maju tentang obat-obatan. Beberapa referensi
paling awal mengenai bangsa India dan obat-obatan herbal untuk menangani
penyakit ditemukan di dalam Rig-veda (Buku Sepuluh, Bab 97, dan 145).
Penyakit demam juga disebutkan di dalam Atharva-veda (5.22.12-14 &
7.116.1-2), dan uraian tentang berbagai jenis demam daftarnya disebutkan
dalam Vajasaneyi-Samhita [White Yajur-veda](12.97). Taittiriya Samhita
(2.3.5) menyebutkan pentingnya perhatian terhadap makanan dan
pernafasan.
Pengetahuan tentang nadi dan arteri
disebutkan di dalam Atharva-veda (1.17.1-4), dan pembedahan didiskusikan
di dalam Rig-veda (1.116.15) yang mana Asvin memasang sebuah kaki palsu
terbuat dari besi kepada Vispala, seorang yang buntung kehilangan
kakinya dalam peperangan, dan membantu orang pincang untuk bisa berjalan
dan orang buta bisa melihat (1.112.8), dan menangani patah tulang
(10.39.2). Perkembangan Ayurveda membawa ilmu pengobatan pertama ke
tatanan yang lebih baru.
Dalam ilmu pengobatan terdapat ilmu
Embriology. Tulisan pertama yang membahas embriology ditemukan di dalam
Rig-veda dan Atharva-veda. Walaupun bukan pembahasan yang berkembang,
tetapi dalam Bab 31 dari Kanda Ketiga Bhagavatam Purana kita benar-benar
menemukan penjelasan menyeluruh tentang bagaimana entitas kehidupan
memasuki kandungan pada saat terjadi pembuahan, dan bagaimana sperma
bercampur dengan sel telur lalu terbentuk embriyo, dan pertumbuhannya di
dalam kandungan sampai saat kelahirannya. Bahkan membahas pikiran dan
perasaan si jabang bayi semasih di dalam kandungan, dan bahkan bagaimana
ia terpengaruh oleh perubahan emosi sang ibu dan jenis-jenis makanan
yang dikonsumsi sang ibu, dan bagaimana ia merasa kesakitan saat ibunya
makan makanan pedas.
Naskah-naskah lainnya, seperti Garuda
Purana dan Manu-Samhita, membahas tentang cara meyakinkan apakah si
jabang bayi laki-laki atau perempuan. Dengan bantuan buku-buku tersebut
dan informasi tambahan dari naskah-naskah lain, seperti Aitareya
Aranyaka dan Chandogya Upanishad, kita menemukan sebuah sistem yang
benar-benar lengkap yang menguraikan terbentuknya semen dengan segala
aspeknya sampain kelahiran sang bayi. Ini menunjukan bahwa para ilmuwan
Veda di jaman dahulu mempunyai pemahaman tentang embriology bahkan
ketika orang-orang dari bangsa-bangsa lain tidak mengetahuinya.
Dorothea Chaplin menyebutkan di dalam
bukunya, Matter, Myth and Spirit, or Keltic and Hindu Links, (hal.
168-9), “Jauh sebelum tahun 460 B.C., saat Hippocrates, bapaknya
obat-obatan bangsa Eropa dilahirkan, orang Hindu telah membangun sebuah
pharmacopoeia besar dan telah melakukan penanganan terhadap berbagai
jenis pengobatan dan pembedahan . . . Keajaiban pengetahuan orang-orang
Hindu di bidang pengobatan dalam banyak hal sejauh mungkin menghindarkan
si pasien dari tindakan pembedahan yang mengakibatkan kerusakan pada
sistem pembuluh darah, yang mana sistem ilmu pengobatan mereka bisa
mengatasinya, menghasilkan sebuah tindakan bahkan tanpa melalui krisis
pendahuluan”.
Pentingnya kajian ini adalah bahwa
Ayurveda sebagai sebuah sistem pengobatan Vedic adalah sebuah sistem
ilahi dimana penanganannya didasarkan kepada hukum alam. Sistem ini juga
tidak mahal, meminimalkan tindakan, sangat manjur, dan rasa sakit yang
minimal. Sistem ini juga mengarah pada penanganan penyakit selain hanya
menangani simpul saraf atau mengurangi rasa sakit. Tetapi, dalam
kasus-kasus tertentu ketika perlu dilakukan pembedahan, ahli-ahli bedah
India jaman dahulu sangatlah mahir.
Bahkan sejak jaman Rig-veda (1.116.15)
nampaknya bahwa mereka mengetahui seni pembedahan untuk menangani
luka-luka korban peperangan dan bahkan dapat membuat organ tubuh palsu
dari bahan logam untuk dipasang di tubuh pasien. Seperti dijelaskan oleh
A.L. Basham dalam bukunya, The Wonder That Was India (hal. 502), “Ilmu
bedah bangsa India masih di depan bangsa Eropa sampai abad ke-18, ketika
para ahli bedah East India Company (British) tidak malu-malu
mempelajari ilmu bedah plastik (rhinoplasty) dari orang-orang India”.
Pada halaman 30-31 dari buku Bharat
(India) As Seen and Known by Foreigners karya G.K. Deshpende (1950), Dr.
Sir William Hunter mengamati, “Perawatan dokter-dokter bangsa India
tempo dulu adalah sangat mahir dan ahli. Mereka melakukan tindakan
amputasi, menghentikan pendarahan dengan tekanan, perban pembalut dan
minyak mendidih, mempraktekan lithotomy, melakukan operasi pada organ
bagian dalam dan uterus, menangani hernia, fistula files, memperbaiki
tulang patah dan salah posisi dan cekatan dalam memisahkan unsur-unsur
asing dari tubuh.
Sebuah cabang khusus ilmu bedah adalah
ilmu bedah plastik (rhinoplasty), sebuah operasi untuk memperbaiki
telinga dan hidung yang bentuknya tidak bagus dan membuat hidung baru,
suatu tindakan operasi yang sangat bermanfaat yang mana sekarang ini
dipinjam oleh bangsa Eropa. Ilmu bedah bangsa India kuno juga memberikan
petunjuk tentang tindakan penanganan neuralgia, sama dengan cara-cara
jaman modern dalam memotong saraf ke-lima di atas alis mata. Mereka ahli
dalam kebidanan, tidak takut melakukan operasi yang paling kritis”.
Mr. P.N. Oak menjelaskan dalam bukunya
World Vedic Heritage (hal. 360), “Operasi kantung prostat yang dilakukan
di jaman modern, para ahli bedah Barat secara persis mengikuti
tahapan-tahapan prosedur operasi yang dilakukan oleh Sushrut, ahli bedah
Hindu, ribuan tahun yang lalu. Bahkan istilah kantung prostat adalah
istilah Sanskrit Prasthita granthi, menunjuk kepada sebuah kantung
(gland) yang terletak di depan kantung kemih”.

Ilmu bedah plastik juga dilakukan di
India pada ratusan tahun yang lalu. Ini dijelaskan dalam sepucuk surat
kepada editor majalah Gentlemen’s Magazine (tersedia di perpustakaan
“Wellcome Institute for History of Medicine”, 183 Euston Road, London).
Isi surat itu menjelaskan bahwa pernah ada seorang pengemudi bernama
Cowasjee, yang membantu melayani tentara Kerajaan Inggris di India di
tahun 1792. Sebelumnya, ia pernah dipenjara oleh tentara Tipu Sultan,
dimana mereka mencopot hidungnya karena prilaku barbar penguasa Muslim
dalam menyiksa dan melumpuhkan tawanan. Sekembalinya di rumahnya di Pune
setahun kemudian, seorang ahli bedah Ayurvedic Hindu menanganinya
dengan memasangkan sebuah hidung baru. Thomas Cruso dan James Trindlay,
merupakan dua orang dokter Inggris yang menjadi saksi mata operasi bedah
yang mencengangkan tersebut. Mereka menjadi saksi hidup atas
operasi-operasi ajaib yang sangat umum dilakukan di India bahkan selama
mereka di sana.
Pada halaman 360-70 dari buku World Vedic
Heritage, Mr. Oak menyajikan sebuah daftar perbandingan kata-kata
antara bahasa Inggris dan Sanskrit. Ini memperlihatkan seberapa banyak
kebudayaan barat berasal dari pengetahuan Vedic/Sanskrit di bidang
pengobatan begitu juga berapa banyak kata-kata Sanskrit telah diambil ke
dalam bahasa Inggris.
English Sanskrit
fever ==================> jwar, kemudian menjadi jever, kemudian fever
entrails =============-===> antral
nasal or nose ==========-==> naas
herpes =================> serpes
gland ==================> granthi
drip, drop, drops ==========> drups
hydrocephalus ============> andra-kapaalas (otak/kepala ber-uap air)
hiccups ================> hicca
muscle =================> mausal (gemuk)
malign, malignant =========> mallen
osteomalacia ============> asthi-malashay (kontaminasi tulang)
dyspepsia ==============> dush-pachanashay (pencernaan tidak baik)
surgeon ================> salya-jan (pemakaian peralatan tajam)
fertility ================> falati-lti (menghasilkan buah)
anesthesia ==============> anasthashayee (terbaring tidak sadarkan diri)
homeopathy =============> Samaeo-pathy (treatment parallel terhadap symptom)
allopathy ===============> alag-pathy (treatment yang berbeda dengan symptom)
Dalam buku World Vedic Heritage karya Mr.
P.N. Oak menjelaskan : “Apabila kita menyimak lebih dekat tentang
terminologi-terminologi allopathi, apakah itu jenis-jenis penyakit,
organ-organ fisik, symptom, rehabilitasi, atau peralatannya ternyata
bahwa semua itu didasarkan kepada Ayurveda karena semasa dunia masih
bersatu di bawah naungan administrasi Veda hanya ada Ayurveda yang
merupakan satu-satunya sistem pengobatan yang dipakai di seluruh dunia.
Dengan mandeknya sistem pengobatan dunia
setelah Perang Mahabharata, penggalan-penggalan dari sistem pengobatan
Ayurveda bisa bertahan di tempat-tempat tertentu di dunia yang dianggap
sebagai bentuk cara-cara pengobatan tradisional atau sebagai
sistem-sistem tandingan seperti homeopathy dan allopathy.
Hal yang sama terjadi pada theologi dan
agama dimana setelah tercerai-berainya theologi peradaban Veda, muncul
aliran-aliran yang mengkultuskan dewa dan dewi tertentu, seperti
misalnya Mithraisme, Jainisme, Judaisme, Buddhisme, dan Shivaisme, yang
pertama muncul secara damai dan masih sejalan atau mirip dengan
peradaban Veda